Categories
Featured I UPS! La Galigo Lontara Project

La Galigo Music Project Release Two Songs!

Akhirnya! Setelah selama 3 bulan menggarap musik, menyatukan persepsi, dan hari-hari berat penuh latihan, pada tanggal 2 Februari 2012 lalu LA GALIGO MUSIC PROJECT yang merupakan bagian dari LONTARA PROJECT rekaman!

Puja dan puji kami panjatkan kepada Tuhan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan “kejutan” kepada team ini, di antaranya melalui bantuan dari mas Ganang Hermawan, pemilik studio tempat kami rekaman. Beribu terima kasih, mas Ganang! Di detik-detik terakhir, team kami yang awalnya hanya terdiri dari 4 orang (Putri, Ucup, Hima dan Ahlul) mendapatkan kekuatan tambahan dengan kehadiran vokal khas mbak Puspa dan tabuhan jimbe Rahmat. Benar-benar menyenangkan dapat bekerja bersama dengan orang-orang kreatif ini!

Team LA GALIGO MUSIC PROJECT

Namun patut disadari, masih banyak ketidaksempurnaan di sana-sini. Maklum, para penggiatnya masih berada di tahap “menuju profesional” hehe. Saya pribadi mengucapkan terima kasih banyak kepada team LA GALIGO MUSIC PROJECT  yang bersedia (tanpa dibayar lho) meluangkan waktu dan mencurahkan energi serta pikiran mereka untuk proyek kebudayaan ini. Jangan kapok kerjasama bareng kami ya teman-teman!

Sebelum mendengarkan dua buah lagu garapan LA GALIGO MUSIC PROJECT, ada baiknya teman-teman membaca latar belakang di balik masing-masing lagu.

1)    IninnawaTa

Judul asli lagu ini ialah “Ininnawa SabbaraE”. Lagu khas dari suku Bugis (Sulawesi Selatan) yang biasanya dinyanyikan oleh seorang ibu kepada anaknya menjelang tidur. Musik lagu ini juga biasanya digunakan untuk mengiringi penari dalam Tari Pajoge’. Bagian awal lagu diisi oleh vokal ala sinden Jawa, gemericik air dan petikan gitar. Bait-bait dalam Bahasa Jawa tersebut mengajak anak-anak muda untuk mendengarkan “galigone” atau petuah-petuah yang baik dari Negri Bugis di seberang lautan. Lagu ini syarat akan makna, nasihat-nasihat indah penuh kesederhanaan hidup yang ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya. Nampak dalam kalimat “deceng enre’ ri bola, tejalli tetappere, banna mase-mase” (naiklah engkau ke atas rumah, tiada permadani maupun tikar, yang ada hanyalah kasih dan sayang). Pada bagian tengah lagu, teman-teman akan dikejutkan dengan selipan bunyi jam berdetak dan “Are You Sleeping, Brother John”. Makna filosofis yang LA GALIGO MUSIC PROJECT letakkan di dalamnya merupakan teguran kepada generasi muda Indonesia yang melupakan tradisi luhur nenek moyangnya. Waktu terus berlalu, sementara generasi muda asyik terlelap tanpa menyadari kekayaan budaya seperti La Galigo yang semakin terancam di negaranya sendiri. Lagu ini kemudian ditutup oleh lagu “Tumbuk-Tumbuk Belanga” yang merupakan lagu permainan khas anak-anak Makassar.

Untuk mendengarkan, silakan klik http://www.4shared.com/mp3/d1I4JM_x/IninnawaTa_-_Lontara_Project.html?

2)    Kelong Sulawesi (Nyanyian Sulawesi)

LA GALIGO MUSIC PROJECT mengambil konsep medley dalam mengemas lagu kreasi yang kedua. Dibuka oleh suara tawuran mahasiswa, kemudian terdengar suara yang saling menyeru “Makassaraki Nabiya!”. Kalimat tersebut diambil dari kepercayaan masyarakat lokal bahwa nama Makassar berasal dari kata “Akassaraki Nabiya” atau “Makassarak mi Nabiya”, yang berarti “Sang Nabi (Muhammad) sudah muncul”. Kalimat tersebut sengaja dimunculkan sebagai ironi atas kekerasan yang zaman ini diidentikkan dengan Makassar. Padahal secara terminologis ‘Makassar” erat kaitannya dengan kesucian dan keluhuran utusan Tuhan. Lagu ini terdiri atas 5 buah nyanyian daerah yang keseluruhannya berasal dari Pulau Sulawesi. Tiap-tiap lagu menggambarkan nilai-nilai estetika, adat-istiadat, kecantikan alam, serta perasaan-perasaan masyarakat di pulau yang menurut Wallace menyimpan keanekaragaman hayati terunik di dunia ini. Teman-teman akan dihibur oleh Anging Mammiri dan Tondok Kadadiangku dari Sulawesi Selatan, Sipatokaan dari Sulawesi Tenggara, Tenga-Tenga Lopi dari Sulawesi Barat, dan terakhir O Ina Ni Keke dari Sulawesi Utara.

Untuk mendownload, silakan klik http://www.4shared.com/mp3/8tyzCXhg/Kelong_Sulawesi__Nyanyian_Sula.html?

Kami tunggu partisipasi dari teman-teman lainnya! Yuk, selamatkan budaya Indonesia sambil terus berkreasi!

Categories
Featured Lontara Project

Grand Launching Lontara Project 21.02.12

Categories
101 La Galigo Featured Liputan

Kerja Sunyi Para Pejuang La Galigo

Jumat (10/02/11) lalu, Ahlul dan Ran – dua anggota tim Lontara Project, ditemani Eka, berkesempatan untuk menemui salah satu narasumber utama dalam proyek budaya kami, Prof. Nurhayati Rahman.

Memasuki gedung Pusat Studi La Galigo (PSLG) PKP Unhas, Ahlul dan Eka tercengang. PSLG tidaklah seperti yang ada di dalam benak mereka selama ini. Gedung berlantai lima yang sunyi dan tidak terawat, serta fasilitas yang membuat kening mereka berkerut, seakan menjadi saksi bisu diabaikannya La Galigo di tempat asalnya sendiri. Ratusan “ornamen alam” berupa sarang laba-laba, toilet yang tidak layak, dan plafon yang bocor menjadikan lift sebagai satu-satunya prasarana abad 20 yang kami temui di gedung tersebut.

Ketika datang, Prof. Nurhayati langsung mengajak kami masuk ke ruang tamu PSLG. Hanya ruangan itu yang memenuhi kelayakan untuk menerima para pendatang yang tertarik untuk mengetahui informasi tentang La Galigo. Kondisi Ruang Dokumentasi maupun Ruang Kerja Prof. Nurhayati sendiri begitu miris: kebocoran akibat air hujan menggerus langit-langitnya sehingga hampir jebol. Tentu saja hal ini begitu mengkhawatirkan, karena temperatur lembab jelas mempercepat tingkat kerusakan arsip-arsip La Galigo yang begitu langka dan beratus-ratus tahun usianya.

Kami memasuki Ruang Perpustakaan yang kosong dan hambar karena tiadanya aktifitas yang berarti lazimnya perpustakaan yang biasa kita jumpai. Selain dua orang karyawan Prof. Nurhayati yang bahkan digaji dari koceknya sendiri, tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan. Koridor panjang yang senyap, lebih mirip suasana film horor. Sungguh tempat ini kehilangan daya tariknya, padahal kata Prof. Nurhayati, dulu PSLG penuh dengan orang yang berbondong-bondong, bahkan rela mengantri, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sekarang, lorong PSLG seolah mati. Disinilah kerja sunyi para pejuang La Galigo dilakukan, kerja sunyi yang mulia.

Kami ngeri mendengar latar belakang PSLG yang penuh intrik. Rupanya birokrasi kotor tak luput ikut campur dalam struktur PSLG yang awalnya diketuai oleh Prof. Nurhayati, namun seolah tak kasat mata, jabatan itu tiba-tiba berpindah tangan. Bukanlah sebuah rahasia, oknum-oknum berseragam gerah jika rekening mereka kosong. Mungkin PSLG dinilai terlalu dini untuk menelurkan keuntungan materi sehingga keberadaannya begitu terlantar. Belum lagi intervensi kaum kapitalis yang juga berusaha mengeruk rupiah dari kebesaran nama La Galigo di mata dunia, namun “membuang” orang-orang yang telah berjasa memperkenalkan warisan ini kepada mereka.

Bersama Prof. Nurhayati (duduk) dan Ibu Basiah (kiri)

Namun Prof. Nurhayati bersikeras pada pendiriannya untuk tetap idealis mempertahankan La Galigo agar tak tercemar kepentingan-kepentingan bisnis yang tidak sah. La Galigo selalu ada untuk mereka yang haus ilmu, bukan monster-monster bermata hijau dan silau karena uang. Ia selalu berharap, hal ini bisa diteruskan pada generasi muda yang sadar bahwa saatnya bangkit dan melawan doktrinisasi yang melanda bangsa pemilik jamrud khatulistiwa.

***

Bersama mahasiswa Sastra Daerah Angkatan 2010

Setelah waktu makan siang, kami diajak berkeliling melihat proses belajar mahasiswa Ilmu Budaya Unhas, khususnya angkatan 2010 yang bertempat di Laboratorium Naskah Fakultas Sastra Daerah Unhas. Setelah dijelaskan oleh Prof. Nurhayati, mereka tampak antusias mendengar pemaparan mendadak kami tentang Lontara Project. Apa yang mendasari terbentuknya gerakan ini dan apa saja yang dapat mereka lakukan sebagai bentuk konstribusi menyelamatkan La Galigo dari ambang kepunahan. Tentu dari pertemuan itu kami berharap Lontara Project menginspirasi para remaja untuk melakukan hal serupa. Toh, masih banyak potensi budaya yang perlu mereka angkat ke permukaan global, selain bangga dengan identitas mereka terlahir sebagai anak Indonesia.

They UPS! La Galigo! Bagaimana dengan kamu?