Categories
101 La Galigo Featured Old Stuff Good Stuff

La Galigo, The Lord of The Rings-nya Indonesia

Demam film-film kolosal-fantasi sekelas The Lord of The Rings trilogi ternyata belum usai. Setelah sukses dengan tiga film sebelumnya,  sutradara Peter Jackson tidak kekeringan ide. Ia segera mengambil buku karangan J.R. Tolkien lainnya –The Hobbit– untuk digarap. Desember lalu, dunia dihebohkan sekali lagi oleh para Tolkien-mania dengan kemunculan Bilbo Baggins dalam petualangan besarnya menolong bangsa kurcaci merebut kembali kampung halaman dari tangan si naga jahat. Petualangan Bilbo Baggins inilah yang konon melatari lahirnya epik besar Frodo Baggins, sang keponakan dalam The Lord of The Rings Series.

Sebagai orang Indonesia kita seharusnya bangga lho karena jauh sebelum Tolkien kepikiran untuk membuat kisah kolosal macam The Silmarillion-The Hobbit-The Lord of The Rings, nenek moyang kita udah duluan menciptakan epos besar macam La Galigo yang ceritanya nggak kalah fantastis. Efek-efek luarbiasa seperti mahluk-mahluk gaib, senjata-senjata hebat, petualangan menempuh bentang alam yang berbahaya, serta jalinan konflik yang saling menghubungkan antara karakter satu dengan yang lainnya pun terdapat dalam epos La Galigo. Nggak percaya? Mari simak tiga persamaan antara kisah fantasi terbaik sepanjang masa The Lord of The Rings dengan La Galigo, epos adiluhung leluhur bangsa yang telah hidup selama ratusan tahun berikut ini!

Middle Earth v. Alelino/Alekawa

Kosmologi The Lord of The Rings (LOTR) mengenal dunia tempat hidup bangsa manusia ini sebagai Middle Earth alias Dunia Tengah. Meskipun pada trilogi bukunya tidak pernah disebut-sebut bagaimanakah struktur alam semesta di dalam benak Tolkien, akan tetapi berdasarkan buku The Silmarillion (yang memuat kisah penciptaan Dunia Tengah) kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dunia LOTR sejatinya terdiri atas tiga tingkatan: Dunia Iluvatar (Sang Pencipta) yang berada jauh di luar batas-batas yang diketahui oleh bangsa elf dan manusia, Middle Earth, serta Underworld alias Dunia Bawah. Dunia Tengah selain dihuni oleh bangsa manusia juga dihuni oleh kaum elf (keturunan peri yang turun dari langit), kurcaci, hobbit (manusia kerdil), naga, dan banyak mahluk hidup fantasi lainnya. Bentang alam Dunia Tengah yang kita ketahui dari LOTR bentuknya amat sangat mirip dengan daratan Eropa hari ini. Yang demikian itu disebabkan karena Tolkien sendiri yang mengatakan bahwa Dunia Tengah adalah Eropa, meskipun Ia tidak mengikuti keseluruhan fitur-fitur Eropa modern (seperti menghilangkan bentuk Inggris dari Lautan Atlantik). Gondor kurang lebih terletak di Italia modern sekarang ini sedangkan Hobbiton, kota asal Bilbo dan Frodo Baggins, berada di dekat Oxford.

Peta Middle Earth versi Tolkien

Bagaimana halnya dengan La Galigo? Sepanjang episode-episodenya yang menegangkan, kita diberi insight bahwa orang Bugis kuno menganut konsep tiga lapis dunia dalam kosmologinya. Dunia menurut La Galigo terdiri atas tiga lapisan yaitu Boting Langiq, Ale Kawaq/Ale Lino, dan Buri Liu/Perettiwi. Boting Langiq dan Perettiwi menjadi tempat kediaman para dewa sedangkan Ale Lino alias Dunia Tengah menjadi tempat manusia beraktifitas. Segala keadaan yang terjadi di Dunia Tengah dikontrol oleh Boting Langiq dan Buri Liu, itulah sebabnya manusia yang hidup di Dunia Tengah harus tunduk dan patuh pada tatanan yang ditentukan oleh keduanya. Jika LOTR mengambil latar di Benua Eropa, maka La Galigo sesuai dengan kondisi geografis lahirnya cerita ini mengambil latar di Kepulauan Nusantara. Jangan heran jika kebanyakan latar La Galigo berada di laut, karena memang kontur Nusantara tertutup oleh perairan luas yang menghubungkan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Nama-nama kerajaan yang dikunjungi Sawerigading bukanlah negeri antah-berantah yang ada dalam khayalan, namun kerajaan-kerajaan seperti Maloku, Siwa, Wolio, Maccapaiq (Majapahit), Senrijawa (Sriwijaya), Wadeng (Gorontalo), dan Sunraq (Sunda) pun masih dapat kita trace jejaknya hingga hari ini.

Galadriel v. We Tenri Abeng

Galadriel bersama Frodo dan Sam

Siapakah sosok wanita keibuan, bijaksana, penuh kasih namun pada saat yang bersamaan juga memiliki kekuatan yang luarbiasa di dalam LOTR? Yup, dialah Lady Galadriel, seorang elf yang menjadi penguasa negeri Lothlorien. Galadriel telah hidup lama di Dunia Tengah. Ia turut dalam banyak pertempuran besar selama tiga zaman. Kemampuannya dalam melihat masa depan membantu Frodo dalam perjalanannya memusnahkan Cincin Utama. Galadrieal banyak menolong sesama bangsa elf, dan bahkan manusia selama kekuasaan gelap Sauron berkuasa di Dunia Tengah.

Di dalam La Galigo, kita juga mengenal seorang figur wanita yang bijaksana, penuh kasih, memiliki kekuatan nan besar. Siapakah dia? Dialah pasangan saudari kembar emas Sawergading, We Tenri Abeng putri kerajaan Ale Luwu. Terlahir sebagai seorang bissu sejak lahir, We Tenri Abeng sering mengalami trans karena “disentuh” pasangan dewatanya, Remmang ri Langiq. Meskipun hidup disembunyikan di bagian tengah istana oleh kedua orang tuanya, We Tenri Abeng dengan sabar dan tulus ikhlas menjalani itu semua, demi sang kakak. Ketika Sawerigading mengamuk dan bahkan membunuh salah seorang sesepuh di istana karena keinginannya untuk menikahi sang adik, We Tenri Abeng muncul meredakan amarah sang kakak dengan kata-kata bijak. Dengan kekuatannya, We Tenri Abeng membuat Sawerigading dapat menyaksikan hologram wajah Putri Cina I We Cudai yang muncul di kuku-kuku jarinya. Tidak hanya itu, We Tenri Abeng pun bahkan terus membantu Sawerigading selama kesusahan demi kesusahan yang menimpanya di negeri Cina, termasuk melalui kekuatan meramalnya.

Pasukan Elf v. Pasukan Remmang ri Langiq

Pasukan Elf dari Lothlorien nan gagah perkasa

Bangsa elf adalah golongan makhluk istimewa yang hidup di Dunia Tengah sejak zaman dahulu kala. Mereka diciptakan lebih dahulu serta berusia lebih panjang daripada manusia. Tubuh mereka berkembang lebih cepat jika dibandingkan dengan manusia, itulah sebabnya banyak elf yang punya kekuatan fisik serta kecepatan di atas rata-rata. Bangsa elf menyukai hal-hal yang indah seperti sastra, musik, seni pembuatan senjata dan perhiasan, serta patung. Mereka juga adalah ras pemburu yang mahir serta memiliki kedekatan psikologis dengan hutan.

Di La Galigo, pasukan elf mungkin dapat kita bandingkan dengan pasukan dewa yang turun ke muka bumi. Remmang ri Langiq adalah seorang dewa di Boting Langiq yang telah ditakdirkan untuk menjadi pasangan bissu We Tenri Abeng. Ketika Sawerigading berangkat ke negeri Cina, Remmang ri Langiq turun ke istana Ale Luwu untuk menjemput sang calon istri menuju ke langit. Remmang ri Langiq amat mencintai sang istri, terbukti setelah We Tenri Abeng tinggal di Boting Langiq mereka tidak pernah sekejap pun berpisah. Suatu ketika Sawerigading berhadapan dengan La Tenrinyiwiq di tengah laut, seorang musuh yang amat kuat dan memiliki armada kapal sebesar gunung. Pasukan Sawerigading terdesak, sehingga ia pun meminta pertolongan kepada sang adik yang berada di Boting Langiq. We Tenri Abeng dengan hati yang dipenuhi kesedihan pun meminta kepada suaminya untuk turun ke bumi dan menolong sang kakak. Remmang ri Langiq turun bersama pasukan langitnya dan dengan gagah berani mengalahkan armada Wangkang Tana milik La Tenrinyiwiq dari Malaka. Tubuh mereka yang lebih gesit serta lebih kuat daripada manusia biasa dapat mengalahkan La Tenrinyiwiq. Pasukan Remmang ri Langiq tersebut terdiri atas prajurit dewa yang disebut “pemburu”, pasukan Peresola (makhluk halus) serta To Alebborang Pula Kalie alias bakteri-bakteri tak kasad mata yang dapat menimbulkan sensasi gatal di sekujur tubuh! Wow, bayangkan aja betapa serunya bertempuran tersebut 🙂

Appangara o Oddang Mpatara/ naripatteteng pabbaranie/ ata dewata le soloqe/ mupalluru i paddengngenge/ mupajappa i le setangnge/ peresolae mupallebbangngi/ To Alebboreng Pula Kalie/ mupattujungngi salangka musuq/ paddioloe tasialonrang/ mpali sanreseng La Tenrinyiwiq.

Memerintahlah engkau Oddang Mpatara/ supaya dikerahkan semua pasukan/ hamba dewa yang turun/ majukanlah para pemburu/ jelmakanlah setan-setan/ peresola, sebarkanlah/ To Alebborang Pula Kalie/ kau tebarkan tepat pada bahu musuh/ yang di depan kita, bertaruh/ dengan La Tenrinyiwiq

Demikian tadi tiga keistimewaan yang dimiliki oleh La Galigo dan karya fantasi yang paling dikenang sepanjang zaman, LOTR. Sebenarnya masih banyak lagi unsur-unsur fantasi menarik yang ada di La Galigo dan terdapat juga di LOTR seperti misalnya referensi terhadap Bahasa Sindarin (bahasa bangsa elf kelas tinggi yang diciptakan oleh Tolkien sendiri) dengan Bahasa Torilangiq Bissu (bahasa para dewa di langit yang hanya diketahui golongan bissu), keistimewaan senjata-senjata gaib yang ada di kedua cerita, serta mitos mengenai pohon pusaka bernama Welenrenge serta pohon Silmarillion dalam LOTR. Yang jelas, La Galigo oke banget deh Sobat Lontara, nggak kalah keren dengan LOTR! Malah yang membuat La Galigo lebih istimewa adalah karena usianya yang sudah tua dan karena berasal dari bangsa kita sendiri (bukan hasil adaptasi dari bangsa India, Cina atau Arab), bangsa Indonesia. So, bagi yang suka LOTR, nggak ada salahnya bagi kalian untuk mencoba membaca dan mencintai La Galigo juga 🙂

Referensi:
Nurhayati Rahman, Cinta, Laut dan Kekuasaan dalam Epos La Galigo, La Galigo Press.
David Colbert, The Magical Worlds of The Lord of The Rings, PT Gramedia Pustaka Utama.

Categories
101 La Galigo Featured Old Stuff Good Stuff

Perang Gerilya Kita yang Nomer Satu?

Pagi ini di kelas Hukum Pidana Khusus saya mendapat informasi menarik tentang betapa hebatnya Indonesia “di masa lalu”. Seperti biasa, bahasan-bahasan mengenai local wisdom maupun fakta-fakta mengagumkan yang menjadi prestasi bangsa ini di era yang telah lampau selalu dapat menstimulus saya dengan berbagai inspirasi maupun optimisme akan masa yang akan datang, meskipun pada saat yang bersamaan juga membuat saya miris dengan keadaan di masa sekarang. Kali ini, kisah yang Ia tuturkan merefresh memori saya akan sejarah dan tokoh nusantara yang mewarnai dunia secara global hingga ke zaman modern ini.

Di sela-sela bahasan beliau mengenai Genosida, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, dan Kejahatan Perang, dosen saya memberikan intermezzo. Alkisah, jagoannya pertempuran laut di dunia ini pasca WWII adalah Inggris dan Uni Soviet. Negara lain hampir tidak ada yang bisa memenangkan pertempuran jika berhadapan dengan mereka. Adapun jagoan pertempuran udara ialah Amerika Serikat dan Prancis. Jangan ditanya, Paman Sam memang memegang teknologi udara militer yang paling canggih di abad ini. Pesawat Siluman merupakan salah satu inovasi mereka yang dapat masuk ke area musuh tanpa terbaca radar. Yang terakhir inilah yang mengejutkan. Siapakah jagoan perang di darat? Jawabannya ialah Jerman dan Indonesia.

Jerman dengan teknologi tempur, strategi militer yang kuat, dan otot-otot pasukan bangsa Arya yang terlatih memang pantas berulang kali memenangi pertempuran darat di benua Eropa. Satu per satu daerah terbuka maupun kota takluk di hadapan bala tentara Hitler. Tapi, Indonesia? Benarkah negara yang sekarang ini tengah dilanda krisis sosial, korupsi yang mengakar di pemerintahannya, serta pesawat militer maupun komersil yang terus menerus jatuh layak menjadi jagoan pertempuran darat? Sekali lagi, kita bicara dalam konteks “masa lalu.”

Jerman, mempelajari banyak literatur kuno dari berbagai bangsa di Eropa demi menyempurnakan strategi perang mereka. Salah satu yang mereka perhatikan dengan seksama ialah dokumentasi perang kerajaan Belanda dengan golongan pemberontak pribumi di Dutch East Indies alias Hindia Belanda. Bagi bangsa Belanda, menjajah Indonesia selama 300 tahun lebih itu bukannya tanpa biaya. Bangsa timur yang barbar itu dalam pandangan mereka merupakan budak sekaligus musuh yang paling berbahaya. Ambil contoh De Java Orloog atau Perang Diponegoro yang terjadi selama 5 tahun (1825-1830). Perang tersebut menurut sumber Belanda menjadi perang termahal yang pernah dihadapi oleh pemerintah kolonial Eropa di wilayah jajahannya.

Perang mengambil tempat di seluruh daratan, di daerah kota maupun desa-desa yang jarang penduduknya. Belanda mengandalkan formasi pasukan ala Napoleon Bonaparte yang saat itu sedang ngetrend si Eropa. Ada barisan infanteri, kavaleri, dan artileri, pasukan dipecah menjadi 3 unit dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Perang tersebut berlangsung sengit dan sempat membuat pihak Belanda frustasi. Bayangkan saja, daerah yang telah mati-matian mereka taklukkan pada siang hari, di malam hari sudah berhasil direbut kembali oleh pasukan pribumi melalui aksi gerilya mereka. Masyarakat pribumi yang dipimpin oleh para senopati dengan pendidikan mereka yang tradisional mampu memanfaatkan medan pertempuran dan keadaan cuaca sehingga dapat berulang kali membuat kondisi tentara Belanda terpuruk, tidak hanya oleh serangan fisik namun juga oleh serangan hujan tropis maupun penyakit musiman.

Kondisi pertempuran menjadi benar-benar mengerikan ketika untuk pertama kalinya di pulau kecil seperti Jawa, Belanda menurunkan 23.000 orang personil. Inilah perang pertama yang dicatat dalam sejarah sebagai perang modern, karena menggunakan segala taktik kemiliteran yang kita ketahui di masa sekarang ini. Usaha-usaha seperti perang terbuka maupun serangan gerilya hingga telik sandi dilakukan dalam perang ini, menjadi cikal bakal unsur-unsur perang modern. Dunia menyaksikan bahwa setelah ribuan penduduk sipil meninggal dan ribuan tentara Belanda tewas di medan laga, akhirnya Pangeran Diponegoro dapat ditaklukkan. Namun sejak hari itu, dunia melihat nusantara dengan perspektif yang berbeda. Nusantara menjadi daerah yang ditakuti karena kegigihan rakyat pribumi serta kemahiran mereka menjalankan serangan darat yang diam-diam, cepat, dan mematikan.

Tidak hanya di Jawa, namun perang yang terjadi di daerah Indonesia Timur seperti Makassar pun membuat Belanda kecut. Sebuah catatan mengenai peristiwa yang terjadi pada tanggal 8 Agustus 1668 menjadi rekaman pahit Belanda ketika berhadapan dengan Kerajaan Gowa. Ketika itu, pasukan Belanda memasuki pelabuhan dan mendekati daerah Somba Opu yang terletak di pinggir pantai. Masyarakat yang tinggal di sekitar situ pun berteriak-teriak siap menyambut kedatangan para penjajah. Mereka menantang dengan gagah berani, sehingga membuat pasukan Belanda yang membawa mesiu dan senjata api gentar menyaksikan semangat pribumi Makassar. Catatan tersebut kemudian bercerita bahwa pertempuran berlangsung amat dahsyat dan mengerikan, bahkan konon “als crijgers van hoogen ouderdom mischien in Europa selve niet dickwiljs gehoort hebben”  (prajurit-prajurit yang sudah lanjut usianya di Eropa sekalipun tidak pernah mendengarkannya).

Cornelis Speelman yang saat itu menjabat sebagai panglima tinggi Belanda pun mengakui bahwa perlawanan tersebut merupakan yang paling hebat yang pernah Ia temui selama menjalankan misi di nusantara. Saking mengerikannya pertempuran tersebut, sampai-sampai pihak Belanda memberikan salutation kepada pemimpin kerajaan Gowa saat itu, Sultan Hasanuddin, dengan gelar“Haantje van het Oosten” alias Si Ayam Jantan dari Timur. Menurut Nasarudin Koro, seorang mantan diplomat sekaligus penulis buku sejarah Makassar, salah satu pendukung kuatnya barisan Makassar saat itu adalah keberadaan para putra Wajo yang jago bertempur di laut, pasukan Melayu, serta putra-putra Mandar yang punya reputasi sebagai penembak meriam nan jitu. Pada masa itu memang kerajaan Gowa bersekutu dengan kerajaan Wajo dan federasi Mandar di utara. Salah satu penembak meriam yang disegani Belanda dari Mandar ialah Daenna Dollah. Kehebatan Daenna Dollah membuat Ia juga dipanggil oleh Sultan Ternate untuk menghadapi Belanda. Saking terkenalnya, tentara Belanda sambil berdecak kagum berkata: “Hij is een goed kanonneer”.

Selain di Makassar, pertempuran habis-habisan rakyat Aceh yang dipimpin oleh Teuku Umar dan Cut Nyak Dien juga mengilhami pasukan Jerman saat Perang Dunia II. Taktik bumi hangus yang Jerman lakukan sebenarnya  mereka tiru dari catatan Belanda ketika berhadapan dengan rakyat Aceh ini. Saat itu Belanda menganggap rakyat Aceh sebagai momok, mereka ketakutan dengan kekuatan armada laut Aceh yang mereka sebut sebagai “bajak laut nan beringas.” Semangat tempur rakyat Aceh dalam perang habis-habisan membela bangsa dan agama ini terekam abadi dalam nyanyian pengantar tidur berjudul “Dodaidi” yang iramanya mendayu-dayu namun liriknya begitu tajam.

Terakhir, dosen saya menutup ceritanya dengan kutipan dari pidato salah satu petinggi militer Amerika Serikat untuk Perang Vietnam:

“apabila yang kita hadapi di Vietnam adalah para pasukan guerilla Indonesia, maka nasib kita tidak akan sebaik sebagaimana yang kita alami pada hari ini.” Nama Abdul Haris Nasution pun Ia sebutkan sebagai seorang pria asal Republik Indonesia yang telah memberikan sumbangsih bagi dunia pertempuran militer di darat. Buku Jendral Nasution yang berjudul Fundamentals of Guerilla Warfare (terbit tahun 1965 di New York) would become one of the most studied books on guerrilla warfare along with Mao Zedong’s works on the same subject matter (Emmet McElhatton: 2008).

Tidak hanya mengulas hingga menciptakan metode perang gerilya, beliau juga bahkan membuat ‘anti-virus’ atau tangkisan bagi pihak yang menghadapi perang gerilya. Ia menjadi seorang ahli strategi perang dari Indonesia serta peletak dasar atas perang gerilya.

Itu cerita dulu, kawan-kawan, dan prestasi dari bapak-bapak kita yang telah meninggal. Terlepas dari benar tidaknya cerita beliau, fakta punya versinya sendiri. Yang jadi soalan sekarang, masih sanggupkah kita meneruskan jejak mereka dan menomorsatu-kan kembali Indonesia di mata dunia?

Categories
101 La Galigo Galigoku Liputan

Gawai Gedang Masyarakat Adat Talang Mamak

Talang Mamak adalah salah satu suku asli di Provinsi Riau. Mereka mendiami daerah hilir sungai Indragiri dan memilih hidup dengan mengasingkan diri. Asal usul dari suku ini terdiri dari dua versi. Pertama, berasal dari penelitian seorang asisten residen Belanda yang mengatakan bahwa suku ini berasal dari Pagaruyung Sumatera Barat yang terdesak akibat konflik adat dan agama. Sedangkan versi yang kedua berasal dari hikayat turun temurun yang dipercaya oleh masyarakat adat itu sendiri bahwa mereka adalah keturunan dari Nabi Adam ketiga. Dalam kesehariannya, mereka sama dengan masyarakat pada umumnya. Mereka menggantungkan hidup mereka dengan kemudahan yang alam berikan, berladang dan  berkebun karet adalah mata pencaharian mereka.

 

Masyarakat adat Talang Mamak ini masih mempertahankan adat istiadat mereka dengan kuat. Hal tersebut bisa temukan dalam sistem “administrasi” yang mereka gunakan. Mereka membagi kedudukan di dalam masyarakat tesebut dalam bentuk PatihBatinMangkuManti dan Dubalang,yang masing masing memiliki fungsi dan kedudukan. Selain itu, ritual-ritual adat masih mereka lakukan, salah satunya adalah Gawai Gedang. Menurut  mereka, ritual ini sudah hampir 30 tahun tidak dilaksanakan.

Gawai Gedang adalah ritual pernikahan bagi masyarakat Talang Mamak, ritual ini berlangsung selama tiga hari dengan berbagai macam prosesi. Di mulai dengan ritual yang di namakan menegakkan tiang gelanggang. Prosesi penegakan tiang gelanggang ini adalah proses yang sangat sakral. Masyarakat Talang Mamak percaya bahwa tiang gelanggang adalah “perwakilan” dari tiang aras yang ada di langit. Sehingga dalam proses nya mereka sangat berhati hati, karena karma yang akan datang ke mereka akan berlipat ganda jika dalam prosesi ini terdapat kesalahan.

Setelah prosesi menegakkan tiang Gelanggang. Pencak Silat dan Sabung ayam akan berlangsung, silat dan sabung ayam ini merupakan “syarat” dalam upacara adat. Sabung ayam memiliki filosofi, yaitu agar setan-setan yang ada tidak mengganggu para Batin yang sedang sibuk mengurus acara ini. Setan setan tersebut akan menonton judi ayam, sehingga para batin dapat dengan tenang melaksanakan kegiatan gawai gedang ini.

Setelah silat dan sabung, patih dan para batin yang terlibat dalam acara adat ini akan datang satu per satu. Dalam prosesi kedatangan mereka, para batin dan patih akan di sambut oleh tuan rumah, dan mereka akan menuju sebuah replika perahu yang di namakan Kajang Serong, di sini para batin akan membicarakan adat dalam pelaksanaan upacara Gawai Gedang. Di dalam upacara adat, selain pencak silat dan sabung ayam, terdapat juga syarat lain, syarat itu di namakan rukun lima. Rukun lima tersebut adalah sirih, pinang,gambir,tembakau dan kapur, di Kajang Serong, rukun lima ini disajikan kepada kedua belah pihak.

Sebelum para batin masuk ke Kajang Serong, mereka akan di arak terlebih dahulu mengelilingi Tiang Gelanggang sejumlah tiga kali, dan tiang ini akan di putar sebanyak tiga kali. Mempelai Pria dan Wanita juga di arak mengelilingi tiang gelanggang tersebut, unik nya dalam upacara gawai ini kedua mempelai tidak di arak menyentuh tanah namun mereka di gendong oleh masing masing pihak keluarga.

Dari Kajang Serong. Patih, para batin, kedua mempelai dan masing masing pihak keluarga akan menuju ke rumah. Di rumah ini acara adat berlangsung. Sedangkan di sekitar tiang gelanggang acara sabung ayam akan terus berlangsung. Di dalam rumah,patih, para batin dan pihak keluarga  akan makan berhidang bersama. Mereka akan makan  nasi manis yang sudah di persiapkan sehari sebelum acara. Nasi manis  ini adalah semacam ketan yang di masak  dengan gula merah, kita  mengenal nya dengan sebutan wajik. Makan behidang  merupakan bagian dari ritual acara

Setelah  makan behidang, para batin dan para patih akan kembali menuju ke kajang serong, ritual adat yang akan mereka lakukan adalah membuka gulungan daun. Di dalam gulungan daun ini terdapat beberapa barang yang nanti nya akan di berikan kepada ke dua mempelai, barang barang tersebut berupa sirih dan rokok. Barang barang ini nanti nya akan di makan dan di bakar oleh kedua pasangan tersebut beserta pihak keluarga. Setelah semua ritual selesai, patih dan para batin akan beristirahat  untuk melanjutkan ritual keesokan hari nya

Pada hari ke dua, ritual yang dilaksanakan di namakan Basipat, basipat adalah upacara penyerahan mas kawin. Mas kawin ini berupa tombak, kain putih sebanyak 13 lembar, gelang perak dan sirih. Gelang perak sebagai mas kawin  menunjukkan identitas perempuan yang akan di nikahi. Jika berjumlah satu, maka calon pengantin nya masih gadis. Namun, jika berjumlah dua maka calon pengantin nya adalah janda. Setelah penyerahan mas kawin, di lanjutkan ritual makan gadang.

Makan Gadang adalah ritual makan bersuap suapan,di dalam ritual ini. akan di persiapkan tiga pasangan muda yang berasal dari kampung tersebut untuk di libatkan dalam ritual selain kedua mempelai. Di dalam makan gadang ini, ada sebuah pantangan yang masih berlaku sampai sekarang. Pantangan  tersebut adalah jika saat salah satu pasangan muda yang ikut dalam ritual ini salah dalam melakukan urutan makan dalam acara makan gadang ini. Maka mereka akan langsung di nikahkan saat itu juga. Akibat takut akan pantangan yang masih berlangsung ini maka dalam ritual makan gadang mereka sangat berhati hati.

Kegembiraan masyarakat adat yang ikut dalam upacara ini makin dapat terlihat dalam ritual makan gadang ini, mereka akan terus menertawakan para pasangan muda yang canggung dan terkesan sangat berhati hati dalam menjalankan ritual. Teriakan “ ayo, salah, nanti langsung kita nikah kan di sini” terus terdengar. Setelah makan gadang, selanjutnya adalah  acara ijab kabul.

Bagi masyarakat adat Talang Mamak, aliran kepercayaan mereka adalah Islam langkah lama, sehingga ijab kabul yang mereka gunakan tidak menggunakan syariat Islam, prosesi ijab kabul menggunakan media yang di namakan dengan minum pengangsi. Ritual tersebut  adalah ritual minum bersama antara kedua mempelai, mereka akan minum air gula yang ada di tempayan yang terlebih dahulu di doakan. Sebelum kedua pasangan ini meminum air  tersebut, terlebih dahulu patih, batin dari kedua belah pihak akan meminum air, setelah itu  giliran kedua mempelai meminum air pengangsi tersebut. Setelah minum, maka sah lah mereka sebagai pasangan suami isteri.

Acara di hari ke dua ini,berlangsung hingga larut malam, acara ini di tutup dengan ritual sembah ajar penghulu dan tagur ajar. Tujuan dari acara ini adalah agar nanti nya kedua pasangan suami isteri ini tahu masing masing fungsi dan kedudukan nya di dalam rumah tangga. Berbagai macam petatah petitih masyarakat adat Talang Mamak mengenai kehidupan berumah tangga akan di perdengarkan pada ritual ini

Di hari ke tiga, yang merupakan hari terakhir bagi upacara adat gawai akan di tutup dengan penurunan tiang Gelanggang. Pencak Silat dan Sabung ayam masih akan berlangsung dalam penurunan tiang, Prosesi yang sama dengan menaikkan tiang gelanggang, dan setelah penurunan tiang. Maka acara gawai selesai.

 

Bayu Amde Winata, pria kelahiran Pekanbaru, Riau ini sekarang berdomisili di Yogyakarta. Kegemaran menulisnya tersalurkan dengan menjadi kontributor di Majalah Digital infobackpacker.com dan Lontara Project. Ingin kenal lebih jauh dengan Bayu? Ia dapat dihubungi via email di winatabayu@ymail.com.