Categories
101 La Galigo Featured Galigoku

Keseimbangan Budaya Melalui Permainan Tradisional

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya, salah satunya dalam hal budaya, yang ditunjukkan dari adanya berbagai macam etnis, bahasa, sistem kepercayaan, upacara adat, kesenian, kuliner, arsitektur, dan lain-lain pada setiap wilayah di negeri kepulauan ini. Keanekaragaman budaya inilah yang membuat Indonesia menjadi negeri yang unik karena terdapat begitu banyaknya kompleksitas budaya di dalam satu negara yang menjadi kesatuan. Perbedaan yang indah yang seharusnya dapat menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang kuat dan berkarakter.

Rasa kecintaan pada budaya Indonesia tentu penting untuk senantiasa ditumbuhkembangkan di dalam setiap benak bangsa Indonesia, apalagi di tengah-tengah maraknya era globalisasi dan perkembangan teknologi yang membuka pintu lebar bagi kebudayaan-kebudayaan asing untuk masuk ke dalam negeri ini. Salah satu fenomena terdekat yang dapat kita temui sehari-hari berkaitan dengan adanya interaksi ini ialah, mulai pudarnya permainan tradisional di kalangan anak-anak Indonesia.

Permainan tradisional Indonesia kini telah semakin pudar dan hampir punah karena maraknya perkembangan teknologi yang semakin luas khususnya di kalangan anak-anak. Anak-anak masa kini lebih memilih bermain dengan gadget nya dibandingkan bermain keluar bersama teman-teman sebayanya. Padahal, selain sebagai wahana kreativitas anak, permainan tradisional juga memiliki fungsi sebagai media pembelajaran sekaligus pendidikan terhadap anak-anak.  Pada dasarnya, dunia anak-anak merupakan dunia bermain sehingga, proses pembelajaran dan pendidikan dapat dilakukan beriringan dengan aktivitas bermain anak-anak.

Semua permainan sesungguhnya memiliki sisi baik apabila diarahkan pada tujuan yang positif. Permainan modern dapat membuat anak-anak menjadi melek teknologi dan berfikir lebih kreatif, karena biasanya permainan-permainan ini memiliki kompleksitas yang cukup beragam. Namun, dampak negatif dari permainan modern tanpa diimbangi dengan permainan tradisional ialah dapat berkurangnya interaksi sosial dan alam bagi anak-anak, juga tak jarang ditemui adanya unsur-unsur kekerasan di dalam permainan modern.

Permainan tradisional dapat membentuk karakter budaya yang kuat dan mental  yang baik pada anak-anak Indonesia. Dengan bermain permainan tradisional bersama teman-temannya, anak-anak akan belajar secara langsung untuk kerja sama jujur, kreatif, cerdik, cekatan, berinteraksi dan menghargai orang lain, mengenal alam, dan menghargai kebersamaan. Setiap permainan tradisional selalu melibatkan teman bermain, pelibatan teman inilah yang dapat membentuk karakter sosial anak untuk menghindari karakter-karakter individualitas, egois, dan sifat apatis.

Saat ini, pembentukan karakter merupakan bagian penting di dalam dunia pendidikan. Pasal 3 dari Undang- Undang No.20 Tahun 2003 menyebutkan tujuan pendidikan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, seharusnya pendidikan karakter diberikan kepada anak-anak sedini mungkin. Salah satu cara untuk membentuk karakter tersebut adalah dengan cara memperkenalkan dan membiasakan kembali permainan tradisional di lingkungan anak-anak.

Karakter permainan tradisional Indonesia yang dilandasi oleh filosofi gotong royong ini lah yang akan secara tak disadari akan tumbuh dengan sedirinya di dalam diri anak-anak tersebut, hingga diharapkan nantinya akan menjadi insan yang berkarakter budaya kuat yang akan memajukan Negara Indonesia kelak.

Nah, berikut ini adalah beberapa macam permainan tradisional Indonesia dan filosofi yang terkandung di dalam permainan tersebut, karena zaman dahulu permainan bukanlah hanya di ciptakan untuk bermain semata namun juga bersisi petuah-petuah.

 

Tak Benteng

(sumber gambar: http://id.wikipedia.org/wiki/Benteng_(permainan))

Permainan ini merupakan permainan kejar-kejaran dan dimainkan secara berkelompok. Terdapat dua kelompok dan setiap kelompok lebih seru jika terdiri lebih dari empat orang. Setiap kelompok memiliki satu pohon atau tiang yang akan menjadi benteng mereka. Permainan ini dimainkan dengan para pemain menjaga bentengnya masing-masing agar tidak sampai dikuasai oleh kelompok lawan. Tak Benteng mengajarkan kerja sama yang tinggi untuk dapat menang dari kelompok lain. Selain itu, para pemain harus mengatur strategi yang bagus agar dapat mengalahkan kelompok lawan. Manfaat lain dari permainan tradisional ini ialah membuat anak- anak aktif secara raga dan jiwa karena melatih jiwa sportifitas.

 

Congklak

(sumber gambar: http://www.cagarbudayaindonesia.com/gallery/U-015Bb-270×220.jpg)

Congklak adalah permainan tradisional yang dikenal dengan nama yang berbeda-beda di seluruh Indonesia. Permainan ini menggunakan cangkang kerang warna putih atau biji-bijian tumbuhan yang digunakan sebagai biji congklak. Congklak dimainkan oleh dua orang. Dalam permainan ini mereka menggunakan papan congklak dan 98 (14 x 7) buah biji congklak. Filosofi yang terkandung dalam permainan congklak ini ada pada biji-biji congklak yang dikumpul dari lubang-lubang kecil hingga lubang yang besar, ini menggambarkan hasil tanam penduduk desa yang dipanen dan dikumpulkan di dalam lumbung untuk persediaan pangan para penduduk. Karena itulah congklak mengajarkan para pemainnya untuk berpikir cekatan dalam memperhitungkan tindakannya, belajar untuk bersikap adil, bersabar, dan terus berusaha di dalam hidup dalam mencapai kesuksesan akhir seperti yang disimbolkan dengan penuhnya lubang besar dengan biji-biji congklak.

 

Galah Asin

(sumber gambar: http://4.bp.blogspot.com/-eqR2BH5xybQ/UErRdqQWbwI/AAAAAAAAAGo/E2ard-HPOXE/s1600/gobak-sodor-.jpg)

Galah Asin atau di daerah lain disebut Galasin atau Gobak Sodor. Permainan ini dimainkan oleh dua kelompok, di mana masing-masing kelompok terdiri dari tiga sampai dengan tujuh orang.  Permainan ini dimainkan dengan para anggota kelompok menghadang anggota-anggota lawan agar tidak bisa lolos melewati garis hingga garis terakhir secara bolak-balik . Galah Asin mengajarkan para pemain tentang pentingnya kejujuran ketika ia harus keluar main karena tersentuh kelompok lawan, kerja sama antar kelompok, bertanggung jawab dalam menjaga garis dengan baik, dan kerja keras untuk memenangkan permainan yang tergolong sulit ini.

 

Permainan tradisional anak-anak di setiap daerah seluruh Indonesia perlu dilestarikan dan terus dimainkan agar tidak menjadi punah dan diambil hak ciptanya oleh bangsa lain. Budaya tersebut merupakan aset Bangsa Indonesia yang telah diwariskan secara turun-temurun dan harus tetap dijaga keeksistensinya. Seni dan budaya tidaklah berifat statis, melainkan dinamis dan secara kontinu terus dimanfaatkan oleh masyarakat hingga kini dengan perubahan dan peningkatan. Tetapi harus diingat juga, masyarakat tidak selalu harus melakukan penyesuaian diri tanpa adanya batasan-batasan tertentu. Sebab walaupun pada umumnya suatu masyarakat akan mengubah kebiasaan hidup mereka sebagai adaptasi atas suatu keadaan yang baru sejalan dengan pemikiran mereka bahwa hal tersebut dapat bermanfaat bagi mereka, tak jarang yang terjadi adalah kepudaran budaya.

Terdapat kasus beberapa masyarakat yang karena ingin mengembangkan nilai budaya tertentu untuk menyesuaikan diri mereka, namun hal yang terjadi malah mengurangi ketahanan masyarakatnya sendiri. Hal-hal seperti inilah yang banyak  menyebabkan kepunahan budaya. Mereka memakai dan menerapkan kebiasaan-kebiasaan baru sebagai bentuk adaptasi terhadap fenomena-fenomena baru yang masuk kedalam atau sedang dihadapi oleh kebudayaannya, namun tanpa mereka sadari, kebiasaan-kebiasaan baru yang tercipta sebagai adaptasi terhadap unsur-unsur baru yang masuk dari luar kebudayaannya hanya merugikan kebudayaan asli mereka sendiri.

Karena sekian banyak norma, adat istiadat, dan aturan-aturan yang ada dan berlaku pada suatu kebudayaan bukanlah suatu gagasan baru yang baru kemarin diciptakan. Kebudayaan dengan norma-normanya tersebut merupakan suatu keseluruhan dari hasil pengamatan, hasil pembelajaran, dan pemikiran melalui lingkungan dan keadaan sekitarnya selama beribu-ribu tahun dan terus  dijalankan turun-temurun hingga saat ini karena telah terbukti dapat mempertahankan kehidupan masyarakat tersebut dengan kebudaayan itu.

Di sinilah pentingnya filterisasi atau penyaringan budaya dalam suatu kelompok masyarakat sebagai penyeimbang kebudayaan. Dalam hal permainan tradisional dan permainan modern pun, tidak ada salahnya anak-anak untuk bermain gadget dan game-game lain yang dapat meningkatkan kemampuan teknologinya, namun sebagai anak-anak Indonesia anak-anak tersebut pun harus senantiasa ditanamkan karakter-karakter dasar dari budaya Indonesia, seperti gotong royong, kerjasama, dan kerja keras yang dapat dipelajari melalui permainan tradisional.  Sehingga Indonesia dapat terus bergerak menjadi negara yang maju dan terbuka dengan era globalisasi namun tetap memiliki kebudayaan yang kokoh sehingga menjadi inspirasi bagi bangsa-bangsa lain.

Seperti perkataan Bung Hatta pada pidatonya di Lapangan IKADA pada 3 November 1943, yaitu:

“Tak ada bangsa yang mulia dan kuat kalau ia tak tahu mempertahankan dirinya sendiri. Tak ada bangsa yang berharga kalau ia hanya tahu bersandar saja kepada bangsa lain yang lebih kuat.”

 

Salam budaya!

 

Tami Justisia, kontributor web di Lontara Project ini lahir di Jakarta tahun 1989. Punya hobi bermain gamelan dan biola, mahasiswi S1 UI  sekarang sedang fokus mengerjakan tesisnya tentang ‘Protection of Genetic Resoruces in International Law’ di Fakultas Hukum. Aktif dalam kegiatan kesenian dan budaya, Ia pernah menjadi volunteer dalam acara  Indonesian National Comission for UNESCO: The 6th Konser Karawitan Indonesia.

 

Categories
101 La Galigo Featured Galigoku Liputan

Menemukan Persembunyian Sang Elang Bondol

Satwa Indonesia terancam! Aduh aduh… Di negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi seperti tanah air ini ternyata semakin banyak saja hewan-hewan endemik yang masuk ke dalam daftar binatang langka. Salah satunya adalah Elang Bondol. Mari simak petualangan kontributor kami Githa Anathasia dalam pencariannya menemukan persembunyian Elang Bondol…

Uhh, bau amis menyengat begitu kami memasuki kawasan Muara Angke Jakarta. Pagi itu, kami berencana mengunjungi salah satu pulau di Kep.Seribu yang bernama Pulau Kotok Besar, melalui penyeberangan dermaga Muara Angke. Rasa penasaran yang besar, membuat kami ingin mengunjungi pulau tersebut, berdasarkan info yang didapat bahwa di pulau tersebut terdapat tempat Konservasi Elang Bondol dan Elang Laut, yang keberadaanya di Indonesia khususnya sekitaran Jakarta sudah bisa dibilang hampir musnah.

Haliastur Indus atau Brahminy Kite nama spesies ini. Memiliki ukuran sedang (45 cm), berwarna putih dan coklat pirang. Elang bondol yang remaja berkarakter seluruh tubuh kecoklatan dengan coretan pada dada. Warna berubah putih keabu-abuan pada tahun kedua, dan mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada tahun ketiga.Ujung ekor bundar.Iris coklat, paruh dan sera abu-abu kehijauan, kaki dan tungkai kuning suram.
Ketika dewasa,karakter tubuhnya adalah,kepala, leher, dada putih. Sayap, punggung, ekor, dan perut coklat terang. Kontras dengan bulu primer yang hitam. Makanannya hampir semua binatang, hidup atau mati.Di perairan, makanannya berupa kepiting, dan di daratan memakan anak ayam, seranggan dan mamalia kecil. Memiliki sarang berukuran besar, yang terbuat dari ranting pada puncak pohon. Warna telurnya putih, sedikit berbintik merah, jumlah 2-3 butir.Perkembang biakan pada bulan Januari-Agustus, dan Mei-Juli.
Sekitar tahun 1989, elang bondol dan Salak Condet dijadikan sebagai maskot kota Jakarta. Hal itu bisa dilihat di kawasan Cempaka Putih. Di sana terdapat sebuah patung tegak berdiri, yakni patung “burung bondol membawa salak condet”. Kalau di India, dianggap sebagai representasi kontemporer Garuda, burung suci dari Wisnu.

Bahkan ada sebuah fabel yang berjudul Pulau Bougenville menceritakan seorang ibu yang meninggalkan anaknya di bawah pohon pisang sambil berkebun, dan si bayi melayang ke langit sambil menangis dan berubah menjadi Kaa’nang, yaitu elang bondol, dan kalungnya berubah menjadi bulu burung

Akhirnya jam 6.30 kapal kami berangkat dari Dermaga Muara Angke menuju Dermaga Pulau Kelapa. 3 Jam berlalu, sampailah kami di Pulau Kelapa. Kami dijemput oleh guide kami, menuju Pulau Kotok yang berjarak sekitar 15-20 menit.
Sampailah kami di Pulau Kotok Besar yang bila dilihat dari luar seperti hutan, tetapi di sisi lain pulau tersebut terdapat resort yang cukup mewah bagi para honeymooners atau mereka yg ingin menginap dengan cara yang berbeda.

Dua ekor elang bondol beraksi depan kamera

Memasuki pulau ini , kami disambut dengan bunyi nyaring hewan yang ternyata selama ini kami pertanyakan keberadaanya, yakni Burung Elang Bondol. Mereka berada dalam kandang yang terbuat dari jaring jaring besar. Didalam kandang itu terdapat sebuah bak besar untuk hewan hewan tersebut minum. Tetapi hey, kenapa ada yang pincang ya trus kok bulunya ada yang hilang..?.
Akhirnya pertanyaan itu terjawab, menurut penuturan Mas Fauzi volunteer yang bekerja untuk JALAN ternyata burung burung malang ini adalah hasil sitaan mereka dari para pembeli ilegal.

Di Pulau Kotok Besar ini, burung burung tersebut di rawat dan akhirnya dikembalikan ke alam liar. Sebelum dilepaskan, ada proses adaptasi dan recovery terlebih dahulu.
Banyak sekali Elang Bondol disini, dan kondisinya memprihatinkan. Ada yang jarinya patah, sayap terbangnya patah, bahkan ada yang pincang. Dan itu bukan karena mereka berburu mangsa, tetapi karena manusia tidak bertanggung jawab yang membeli mereka yang berharap dengan memperlakukan mereka seperti itu, mereka tidak bisa terbang lagi. Ih .. jahatnya manusia.

Diluar dari Pulau Kotok terdapat jaring besar yang langsung menghubungkan Elang dengan laut, ternyata tempat itu berfungsi untuk tempat adaptasi sebelum akhirnya dilepas liarkan.

Tak hanya Elang Bondol yang ada disini, ada Oneng sang Elang Laut Perut Putih yang cantik dengan warna bulu sayapnya keabuan.
Haliaeetus leucogaster, nama latin spesies ini. Dengan tubuh sebesar (70 cm). Elang yang saya lihat berukuran dewasa dengan warna kepala, leher, bagian bawah putih serta sayap, punggung, dan ekor abu-abu. Elang ini hobi bertengger di pohon pinggir perairan atau daerah karang. Menurut Fauzi, bila burung ini menangkap ikan di permukaan laut dengan tukikan tajam, tubuhnya hampir tidak basah. Sarangnya terbuat dari dahan dan ranting berlapis daun pada pohon tinggi. Dengan telur berwarna putih, dan berkembang biak di bulan Mei dan Juni. Sayangnya, Oneng sudah tidak bisa lagi terbang seperti semula karena sayapnya sudah patah.

Melihat kondisi spesies ini yang menjadi maskot Ibukota dari Indonesia, sungguh disesalkan. Butuh kepedulian kita untuk tetap melestarikannya, jangan sampai punah. Selain karena proses perkembang biakannya yang lambat, hewan ini juga rentan menjadi incaran para kolektor memiliki daya tarik yang menawan, dan memiliki harga jual yang tinggi. Siapa yang tidak tergiur?

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika kita mengunjungi lokasi Konservasi atau rehabilitasi satwa.

Jangan datang terlalu ramai; bila jumlah kunjungan kita terlalu banyak, hewan yang ada di lokasi tersebut akan panik, selain membahayakan mereka, juga membahayakan diri kita sendiri
Jangan sekali kali memberi makan mereka dengan makanan yang kita bawa. Animal feeding itu memiliki impact yang tidak baik bagi satwa yang berada di daerah Konservasi/rehabilitasi. Gak mau kan, begitu kita tinggalkan lokasi tersebut hewan hewan itu mencari-cari makanan yang kita bawa, bukan makanan asli mereka lagi.
Dont touch anything. Kuman paling gampang menular melalui sentuhan tangan.
Use your mask, kalau misalnya kita memang sedang flu supaya tidak tertular ke mereka, begitupun sebaliknya.
Pahami, Catat, dan Bagikan. Pahami mengenai hewan tersebut, Catat hal penting yang nantinya bisa kita Bagikan ke orang lain.
Bantu teman teman volunteer, dengan turut menjaga kebersihan lokasi konservasi dan mengumpulkan donasi untuk kebutuhan pemeliharaan hewan hewan tersebut.
Yang terpenting, jangan membeli satwa langka / dilindungi dari para penjual. Tingkat kepunahan akan tinggi saat konsumen banyak yang membelinya.

Sudah seharusnya kita bangga akan hewan asli negara kita sendiri, jangan sampai menyesal ketikan hewan hewan tersebut sudah punah, atau saat diakui oleh negara lain. Di saat hewan hewan itu ada di negara kita, sebesar apa kontribusi kita untuk mereka?

 

Githa Anathasia, seorang ecotourism consultant, penikmat pasar tradisional, volunteer kegiatan sosial dan lingkungan. Predikat itu berada di perempuan ini, plus salah satu penghargaan yang baru saja ia terima sebagai salah satu Creative Tourism Ambassador dari salah satu Media Marketing terkemuika di Indonesia. Kenali Indonesia dan budayanya melalui sisi masyarakat lokal dan potensi kelompok usaha diwilayah tersebut.

Categories
Featured Galigoku

Senja Anging Mammiri

Menjelang senja kami datang. Menjengukmu  yang jauh di pengasingan. Sudah lama kau terbaring, terasing sepi di negeri daeng. Aku tahu tuan menunggu, lama menunggu.. menghadap laut bersila di serambi menanti anging mammiri bertiup dari Losari.

Menjelang senja yang hampir padam, tuan… dengan decak langkah terkayuh menuju tumpahan duka dan pilu masa lalu. Tempat kau bertempur, mengerang, dan mengubur kekalahanmu. Aku datang tuan, dalam bendungan kerinduan, menyelipkan senyum kemenangan, menutup luka pengkhianatan.. paling tidak demikian. Tuan, hampir dua ratus tahun belalu. Senja itu masih terasa pilu.. Magelang 1830, menjelang senja.. sebelum maghrib tiba di bukit Manoreh yang tua.

Menjelang senja, kumengetuk dipintumu. Haru jiwaku menatapmu yang terdiam membatu.  Sujudku hantarkan doa  kedamaian, pada tuanku. Ah tuan, akhirnya aku bisa menjengukmu, lewat langkahku, bukan lewat buku.

Ini bukan nostalgia, memoria, atau terinspirasi dari sebuah cerita. Engkau yang dulu rela menderita dalam keterasingan, patutlah kami memuja. Patriotmu bagai cambuk, bagai pemicu, bagai peluru, memaksa untuk terus bergerak maju.

Tuan.. senja ini pernah ku impikan dimasa lalu, jauh sebelum aku sanggup mengarungi lautan biru. Senja itu kini telah tiba, bersama anging mammiri melayarkanku hingga Ternate dan Tidore. KRI surabaya 591 tuan yang membawaku kemari, KRI surabaya 591 tuan, yang mengingtkanku kembali.. pada tuan yang terdiam di pengasingan buram terkubur zaman.. nyaris dilupakan.

Kini senja berhias jingga seperti sore dahulu kala. Pekatnya sama dikala tuan injakkan kaki di negeri daeng. Menjelang senja di akhir tahun 1834 tiba di Port of Makassar, tetap tuan tak terkalahkan. Di penghujung langkahku di kota Daeng, Aku datang dengan sekantung bunga yang kubeli di kampung melayu seharga 5 ribu. Seharusnya kuhaturkan juga sekantung rindu dari tanah kelahiranmu, Negeri Ngayogyakarto. Dan seharusnya tuan, kutaburkan sekantong doa dari 6 juta rakyat Indonesia di atas pusaramu. Tapi tuan, kini senja menjelang, dan 6 juta rakyat indonesia mungkin tengah asik nonton Tv sampai lupa diri.

Menjelang senja aku datang

Menjengukmu dalam sepinya kesendirian

Dalam senja aku datang

Membawa derap langkah tak berjejak

berharap mereka akan mengingat

menjengukmu dilain waktu

sama sepertiku

Satu lagi dari hati,

Makassar 20 Sepetember 2012.

 

Asyhadi Mufsi Batubara, pemuda asal Sumatera Utara ini memiliki ketertarikan yang besar terhadap dunia arkeologi dan maritim Indonesia. Pernah terpilih sebagai awak dalam Ekspedisi Kebudayaan Kapal Layar Republik Indonesia Majapahit keliling Asia, pria yang hobi scuba diving, bermain skateboard dan menulis ini kini tengah merampungkan studi S2-nya di Universitas Gadjah Mada. Baca tulisan-tulisannya di http://penjelajahbahari.wordpress.com/