Categories
Cerita Silat Bersambung Galigoku

Cerita Silat Bersambung “Lompat Kiri Tampar Kanan” Episode XI – Kelabang, Merak & Muscle

Bab IX Bagian 4: Kelabang Nyeb’rang, Merak Ngigel 

Sesuai dengan namanya, kedua langkah ini diinspirasi dari binatang. Dalam Pencak Silat, banyak sekali nama perguruan dan nama jurus–jurus yang diambil dari nama binatang, ini karena leluhur- leluhur kita banyak juga belajar dari memperhatikan alam. Tidak asing bila dalam beberapa sejarah dan hikayat perguruan silat tertentu disebutkan: “Sang pencipta aliran banyak memperhatikan bagaimana harimau bergerak di hutan dan bagaimana harimau memangsa..” atau mungkin, “sang guru sering mengamati bagaimana anggunnya bangau mengibaskan sayapnya ketika sedang melindungi dirinya.”

Langkah Kelabang Nyeb’rang dan Merak Ngigel adalah salah dua contohnya. Uniknya, kedua teknik ini adalah satu kesatuan langkah. Bagi kawan– awan yang mungkin bingung, sederhananya adalah langkahnya saling serong (seperti kelabang yang sedang merayap, pola jalannya kan zig–zag), dengan egosan pundak yang seperti sedang mengayun melengos (seperti pantat dan buntut merak yang bergoyang ketika berjalan). Ini adalah langkah yang paling susah yang gua pelajari dan latih di Tunggal Rasa.

Mas Ka mencontohkan bagaimana langkah ini digerakkan, dengan penjelasan yang luar biasa detil untuk setiap bagian: Posisi tangan dalam bentuk kepalan khas Tunggal Rasa, tidak lurus, tetapi agak menekuk, dengan bentuk kepalan setengah menotok. Posisi badan sedikit membungkuk, perut ditarik kedalam. Kaki kiri untuk tumpuan, kaki kanan untuk pergerakan.

Mas Ka dan Kepalan Tangan Tunggal Rasa

Pusing dalam memproses detil per detil, gua mengomel: “Mas, kok ribet banget ya? Kan susah untuk ingat begini mas. Katanya dulu harus cepet bisa?”

Mas Ka terkekeh dan membalas, “Put, aku kasih kamu detil ini karena rahasia dan inti geraknya ada di detilnya Put. Ini ciri khas Tunggal Rasa.”

Akhirnya gua memilih untuk diam dan memperhatikan.

Setelah setengah jam membahas detil gerak dan tata langkahnya Kelabang Nyeb’rang dan Merak Ngigel, akhirnya gua mencoba menggerakkan Kelabang Nyeb’rang dan Merak Ngigel ini. Pukul pendek, langkah, egos, langkah, egos pukul pendek, serong. Ulang. Ulang. Ulang. Ulang. AAAARRGGHHH.

Mas Ka memperhatikan dengan serius, dan setelah yang gua rasa sudah berpuluh kali mengulang gerak, akhirnya Mas Ka menyuruh gua untuk stop. “Cukup Put, istirahat.”

Mas Ka mengoper gua botol minum, dan bilang, “Oke Put, udah ngerti ya… kita bakal latihan hal yang sama dua bulan ke depan.”

 

Bab IX Bagian 5: Muscle Memory

Gua kaget, “Ah mas yang bener! Katanya aku harus bisa cepet, kok dua bulan latihannya ulang begini terus?” Mendengarkan omelan gua, Mas Ka hanya terkekeh sambil tersenyum. Kesal, gua mengomel dan menggerutu sampai rumah. Ayah gua menyadari kalau gua nampak tidak biasa ketika pulang latihan, beliau bertanya: “Kamu kenapa?”

Dan di situlah gua menumpahkan kesal gua: “Masa’ aku disuruh ngulang langkah terus-terusan selama dua bulan coba. Geraknya gini – gini doangan lagi (menggerakkan semua langkah yang dilatih secara asal–asalan karena kesal).”

Ayah gua mengangguk – ngangguk dan menanggapi, “Kamu tahu istilah ‘muscle memory’ enggak?”

Pada saat itu, baru pertama kali gua mendengar istilah itu. Gua menggeleng, dan beliau melanjutkan,

“Sekarang Papa Tanya, kamu kalau lagi makan, angkat sendok, kamu mikir enggak kalau harus angkat sendok?”

Gua menjawab, “Ya enggaklah Pa.”, beliau masih melanjutkan,

“Nah, sama halnya kalau kamu lagi ikat tali sepatu kan. Kamu sudah tidak perlu berpikir setelah kamu ikat, kamu perlu bentuk simpul gimana. Itu ingkatan ototmu, karena itu gerakan sudah berulang kali kamu gerakkan, badanmu sudah begitu nyaman sehingga rasanya alami saja untuk kamu bergerak seperti itu. Itulah yang Mas Ka mau ajarin kamu.”

Sekali lagi gua merasa bodoh luar biasa. Semua itu proses, dan itulah yang gua lupa karena sudah merasa bisa.

BERSAMBUNG…

 Raka Siga Panji Pradsmadji adalah sulung dari dua bersaudara. Terlahir di Jakarta, bankir muda berdarah campuran Jawa dan Manado ini merupakan alumni dari program pertukaran pelajar Youth Exchange and Study (YES) ke Amerika Serikat tahun 2007-2008. Lulusan Unisadhuguna International College dan Northumbria University ini amat mencintai keberagaman budaya Indonesia; mulai dari wayang, silat, makanan tradisional, bahkan hingga aliran kebatinannya.

Categories
101 La Galigo Featured Galigoku Liputan

Menemukan Persembunyian Sang Elang Bondol

Satwa Indonesia terancam! Aduh aduh… Di negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi seperti tanah air ini ternyata semakin banyak saja hewan-hewan endemik yang masuk ke dalam daftar binatang langka. Salah satunya adalah Elang Bondol. Mari simak petualangan kontributor kami Githa Anathasia dalam pencariannya menemukan persembunyian Elang Bondol…

Uhh, bau amis menyengat begitu kami memasuki kawasan Muara Angke Jakarta. Pagi itu, kami berencana mengunjungi salah satu pulau di Kep.Seribu yang bernama Pulau Kotok Besar, melalui penyeberangan dermaga Muara Angke. Rasa penasaran yang besar, membuat kami ingin mengunjungi pulau tersebut, berdasarkan info yang didapat bahwa di pulau tersebut terdapat tempat Konservasi Elang Bondol dan Elang Laut, yang keberadaanya di Indonesia khususnya sekitaran Jakarta sudah bisa dibilang hampir musnah.

Haliastur Indus atau Brahminy Kite nama spesies ini. Memiliki ukuran sedang (45 cm), berwarna putih dan coklat pirang. Elang bondol yang remaja berkarakter seluruh tubuh kecoklatan dengan coretan pada dada. Warna berubah putih keabu-abuan pada tahun kedua, dan mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada tahun ketiga.Ujung ekor bundar.Iris coklat, paruh dan sera abu-abu kehijauan, kaki dan tungkai kuning suram.
Ketika dewasa,karakter tubuhnya adalah,kepala, leher, dada putih. Sayap, punggung, ekor, dan perut coklat terang. Kontras dengan bulu primer yang hitam. Makanannya hampir semua binatang, hidup atau mati.Di perairan, makanannya berupa kepiting, dan di daratan memakan anak ayam, seranggan dan mamalia kecil. Memiliki sarang berukuran besar, yang terbuat dari ranting pada puncak pohon. Warna telurnya putih, sedikit berbintik merah, jumlah 2-3 butir.Perkembang biakan pada bulan Januari-Agustus, dan Mei-Juli.
Sekitar tahun 1989, elang bondol dan Salak Condet dijadikan sebagai maskot kota Jakarta. Hal itu bisa dilihat di kawasan Cempaka Putih. Di sana terdapat sebuah patung tegak berdiri, yakni patung “burung bondol membawa salak condet”. Kalau di India, dianggap sebagai representasi kontemporer Garuda, burung suci dari Wisnu.

Bahkan ada sebuah fabel yang berjudul Pulau Bougenville menceritakan seorang ibu yang meninggalkan anaknya di bawah pohon pisang sambil berkebun, dan si bayi melayang ke langit sambil menangis dan berubah menjadi Kaa’nang, yaitu elang bondol, dan kalungnya berubah menjadi bulu burung

Akhirnya jam 6.30 kapal kami berangkat dari Dermaga Muara Angke menuju Dermaga Pulau Kelapa. 3 Jam berlalu, sampailah kami di Pulau Kelapa. Kami dijemput oleh guide kami, menuju Pulau Kotok yang berjarak sekitar 15-20 menit.
Sampailah kami di Pulau Kotok Besar yang bila dilihat dari luar seperti hutan, tetapi di sisi lain pulau tersebut terdapat resort yang cukup mewah bagi para honeymooners atau mereka yg ingin menginap dengan cara yang berbeda.

Dua ekor elang bondol beraksi depan kamera

Memasuki pulau ini , kami disambut dengan bunyi nyaring hewan yang ternyata selama ini kami pertanyakan keberadaanya, yakni Burung Elang Bondol. Mereka berada dalam kandang yang terbuat dari jaring jaring besar. Didalam kandang itu terdapat sebuah bak besar untuk hewan hewan tersebut minum. Tetapi hey, kenapa ada yang pincang ya trus kok bulunya ada yang hilang..?.
Akhirnya pertanyaan itu terjawab, menurut penuturan Mas Fauzi volunteer yang bekerja untuk JALAN ternyata burung burung malang ini adalah hasil sitaan mereka dari para pembeli ilegal.

Di Pulau Kotok Besar ini, burung burung tersebut di rawat dan akhirnya dikembalikan ke alam liar. Sebelum dilepaskan, ada proses adaptasi dan recovery terlebih dahulu.
Banyak sekali Elang Bondol disini, dan kondisinya memprihatinkan. Ada yang jarinya patah, sayap terbangnya patah, bahkan ada yang pincang. Dan itu bukan karena mereka berburu mangsa, tetapi karena manusia tidak bertanggung jawab yang membeli mereka yang berharap dengan memperlakukan mereka seperti itu, mereka tidak bisa terbang lagi. Ih .. jahatnya manusia.

Diluar dari Pulau Kotok terdapat jaring besar yang langsung menghubungkan Elang dengan laut, ternyata tempat itu berfungsi untuk tempat adaptasi sebelum akhirnya dilepas liarkan.

Tak hanya Elang Bondol yang ada disini, ada Oneng sang Elang Laut Perut Putih yang cantik dengan warna bulu sayapnya keabuan.
Haliaeetus leucogaster, nama latin spesies ini. Dengan tubuh sebesar (70 cm). Elang yang saya lihat berukuran dewasa dengan warna kepala, leher, bagian bawah putih serta sayap, punggung, dan ekor abu-abu. Elang ini hobi bertengger di pohon pinggir perairan atau daerah karang. Menurut Fauzi, bila burung ini menangkap ikan di permukaan laut dengan tukikan tajam, tubuhnya hampir tidak basah. Sarangnya terbuat dari dahan dan ranting berlapis daun pada pohon tinggi. Dengan telur berwarna putih, dan berkembang biak di bulan Mei dan Juni. Sayangnya, Oneng sudah tidak bisa lagi terbang seperti semula karena sayapnya sudah patah.

Melihat kondisi spesies ini yang menjadi maskot Ibukota dari Indonesia, sungguh disesalkan. Butuh kepedulian kita untuk tetap melestarikannya, jangan sampai punah. Selain karena proses perkembang biakannya yang lambat, hewan ini juga rentan menjadi incaran para kolektor memiliki daya tarik yang menawan, dan memiliki harga jual yang tinggi. Siapa yang tidak tergiur?

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika kita mengunjungi lokasi Konservasi atau rehabilitasi satwa.

Jangan datang terlalu ramai; bila jumlah kunjungan kita terlalu banyak, hewan yang ada di lokasi tersebut akan panik, selain membahayakan mereka, juga membahayakan diri kita sendiri
Jangan sekali kali memberi makan mereka dengan makanan yang kita bawa. Animal feeding itu memiliki impact yang tidak baik bagi satwa yang berada di daerah Konservasi/rehabilitasi. Gak mau kan, begitu kita tinggalkan lokasi tersebut hewan hewan itu mencari-cari makanan yang kita bawa, bukan makanan asli mereka lagi.
Dont touch anything. Kuman paling gampang menular melalui sentuhan tangan.
Use your mask, kalau misalnya kita memang sedang flu supaya tidak tertular ke mereka, begitupun sebaliknya.
Pahami, Catat, dan Bagikan. Pahami mengenai hewan tersebut, Catat hal penting yang nantinya bisa kita Bagikan ke orang lain.
Bantu teman teman volunteer, dengan turut menjaga kebersihan lokasi konservasi dan mengumpulkan donasi untuk kebutuhan pemeliharaan hewan hewan tersebut.
Yang terpenting, jangan membeli satwa langka / dilindungi dari para penjual. Tingkat kepunahan akan tinggi saat konsumen banyak yang membelinya.

Sudah seharusnya kita bangga akan hewan asli negara kita sendiri, jangan sampai menyesal ketikan hewan hewan tersebut sudah punah, atau saat diakui oleh negara lain. Di saat hewan hewan itu ada di negara kita, sebesar apa kontribusi kita untuk mereka?

 

Githa Anathasia, seorang ecotourism consultant, penikmat pasar tradisional, volunteer kegiatan sosial dan lingkungan. Predikat itu berada di perempuan ini, plus salah satu penghargaan yang baru saja ia terima sebagai salah satu Creative Tourism Ambassador dari salah satu Media Marketing terkemuika di Indonesia. Kenali Indonesia dan budayanya melalui sisi masyarakat lokal dan potensi kelompok usaha diwilayah tersebut.