Categories
101 La Galigo Featured Old Stuff Good Stuff

Senrijawa dan Ale Luwu

Di sepanjang epos La Galigo, dalam berbagai episodenya, Senrijawa dikenal sebagai tempat keturunan langit (tomanurung) memerintah. Berulang kali Senrijawa disebut memiliki berbagai macam perkakas indah yang jauh lebih maju dari kerajaan lain di muka bumi, benda-benda yang berasal dari kerajaan ini menjadi perkakas pelengkap upacara-upacara adat. Hal ini mengundang pertanyaan; sebenarnya apa dan dimanakah letak Senrijawa ini?

Ayat-ayat dalam epos La Galigo ada yang menyiratkan bahwa Senrijawa merupakan kerajaan langit yang diperintah oleh dewata. Ia berada di dimensi yang sama dengan istana Sao Kuta Pareppaqe, kediaman Datu PatotoE (Sang Penguasa Nasib) di Boting Langiq atau kahyangan. Penduduk Senrijawa bukanlah manusia biasa, mereka merupakan mahluk halus yang dapat merasuk ke dalam tubuh manusia. Episode Ritumpanna Welenrengnge mengabadikan salah satu contoh peristiwa trans ini;

“…anak raja nan dirasuk orang Senrijawa

Memerlukan adat kehiyangan,

Dilengkapi adat bissunya.

Kuheran jua melihatnya,

Orang Ruallette agaknya

Turun ke bumi di ruang mahligaimu

Orang Senrijawa datang menjelma

Di tepi peterana nan kemilau,

Dilengkapi adat bissu dari Ruallette

Dipalukan gendang irama gembira dari Senrijawa”

Orang Senrijawa yang bertubuh halus ini memiliki adat-istiadat yang mulia sehingga mesti disambut dengan kelengkapan adat yang sesuai. Akan tetapi, di episode lain digambarkan bahwa Senrijawa merupakan salah satu kerajaan besar di muka bumi yang dikuasai oleh keturunan Manurung. La Mappanyompa, seorang anak angkat Sawerigading, menjadi pemimpin di sana. Berikut cuplikan dari episode Sawerigading dan I La Galigo ke Senrijawa yang diterjemahkan oleh almarhum Muhammad Salim (dikutip dari blog beliau: http://lontarakpappasang.blogspot.com/2010/02/ringkasan-isi-surek-galigo-sawerigading.html), menggambarkan bahwa Senrijawa terletak “di bawah”;

“Setiba Wé Tenridio di Boting Langi, dia mendengar dari bawah bunyi gendang besar, gendang upacara Wé Tenribali saudara La Mappanyompa, yang sedang mengadakan upacara di Senrijawa.

Wé Tenridio meminta kepada suaminya agar dapat diturunkan sebentar ke Senrijawa untuk menyaksikan upacara sepupunya itu, tanpa dapat dilihat oleh orang lain.

Setibanya di Senrijawa, dia melihat menyaksikan ada tiga ratus orang anakarung yang memegang peralatan bissu dan menyaksikan juga kecantikan Wé Tenribali saudara La Mappanyompa.

To Sompa Riwu meminta kepada Wé Tenridio agar dapat menampakan dirinya supaya dapat dilihat dan dijemput kedatangannya oleh Wé Tenribali.”

Dilarik ke-16 dan ke-17 dikisahkan bahwa Sawerigading dan putranya I La Galigo pergi menuju hajatan besar tersebut dengan menggunakan kapal.

“Puluhan ribu pendamping Sawérigading, La Galigo dan anak datu tujuh-puluh beriringan di tengah laut, saling bersorakan menuju ke Senrijawa menghadiri upacara saudara La Mappanyompa. La Mappanyompa adalah anak angkat Sawérigading.
Dalam pelayarannya ke Senrijawa mereka singgah di suatu pulau dan memerintahkan supaya Ladunrung Séreng, komandan burung beserta kelompoknya pergi mencari mangga manis yang ada di pulau itu. Hanya sebuah mangga saja yang didapat.”

Nah, jika Senrijawa dapat dijangkau oleh pelayaran di samudera dengan kapal Sawerigading berarti lokasinya terletak di suatu titik di kepulauan Nusantara kita. Menurut Christian Pelras di dalam buku Manusia Bugis, Senrijawa yang disebut di dalam naskah La Galigo sebenarnya merujuk kepada Sriwijaya, sebuah negara adidaya pada masa itu yang rajanya diagungkan dan dituakan seakan-akan sebagai keturunan surgawi. Pendapat bahwa Senrijawa sebenarnya merupakan perubahan bentuk atas nama “Sriwijaya” dalam lidah Bugis kuno diamini oleh Prof. Fachruddin Ambo Enre di dalam buku Ritumpanna Welenrengnge serta Prof. Nurhayati Rahman dalam karyanya tentang episode “Sompeqna Sawerigading Lao ri Cina”. Sriwijaya memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dan bersahabat dengan Ale Luwu sehingga kedua kerajaan tersebut disebutkan tidak pernah terlibat konflik bahkan saling dukung-mendukung dan memuliakan pihak yang satu dengan pihak lainnya.

Patung Perunggu Peninggalan Sriwijaya di Chaiya, Thailand. Sumber: www.thailandsworld.com/

Menurut sejarawan JJ Rizal, kerajaan Sriwijaya selain terkenal sebagai pusat ekonomi (karena menguasai Selat Malaka sebagai “tenggorokan” perdagangan dunia yaitu dari Cina hingga India dan Arabia), kedatuan tersebut juga terkenal sebagai pusat agama Buddha dan pusat ilmu hukum. Prasasti-prasasti yang berasal dari masa kerajaannya banyak yang membahas mengenai aturan-aturan, struktur pemerintahaan serta ketentuan hukum. Sriwijaya dalam menancapkan kukunya terfokus pada kawasan pesisir pantai dan kawasan sungai besar yang dapat dijangkau armada perahu angkatan lautnya di wilayah Nusantara. Jalur perdagangan maritim Sriwijaya sudah sejak masa pembangunan Borobudur terbentang dari pedalaman Nusantara hingga ke Afrika lho. Jalur ini dikenal juga dengan sebutan “Cinnamon Route” alias Rute Kayumanis. Saking besarnya pengaruh Sriwijaya ini, bahkan diduga penduduk yang berasal dari Sriwijaya telah mengkoloni dan membangun populasi di pulau Madagaskar yang terletak 3300 mil atau 8000 kilometer di sebelah barat di seberang Samudra Hindia. Baru-baru ini penelitian DNA berhasil membuktikan bahwa penduduk Madagaskar memiliki kesamaan DNA dengan orang-orang di daerah Kalimantan (Dayak Ma’anyan) dan Sumatera.

Hubungan akrab yang terjalin antara Senrijawa dan Ale Luwu sekali lagi membuktikan bahwa pada zaman dahulu pun kekerabatan antardaerah telah berlangsung dengan penuh rasa persahabatan dan kedamaian. Indahnya perbedaan dalam kesatuan!

 

By Louie Buana

Seorang warga Panakkukang yang sedang belajar hukum dan sejarah di Universiteit Leiden, Belanda. Pernah mengikuti pertukaran pelajar ke Amerika Serikat di bawah program AFS Youth Exchange & Study (YES). Saat ini ia juga menjadi Guest Researcher di Royal Netherlands Institute of Southeast Asian & Carribean Studies (KITLV) Leiden. Punya hobi jalan-jalan, membaca buku dan karaoke.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *