Categories
Featured Galigoku

Mengenal Sampit dan Masyarakatnya

Oleh:

Rinchi Andika Marry (Ilmu Sejarah Universitas Indonesia 2010)

Dari beberapa kota kabupaten di Kalimantan Tengah, Sampit merupakan kota penting yang sudah lebih maju dibanding daerah-daerah lainnya di Kalimantan Tengah. Sebagai kota yang berpenduduk relatif sedikit, Sampit memperlihatkan beberapa keunggulan, diantaranya adalah sebagai kota kabupaten yang memiliki pelabuhan air dan bandar udara sendiri. Sampit  terus memperlihatkan kemajuan sejak awal berdirinya hingga sekarang. Nama Sampit sendiri, berdasarkan beberapa sumber  online, diambil dari bahasa Cina, yaitu Sam artinya tiga dan It artinya satu,  jadi sam-it artinya tiga satu. Mengapa tiga satu? Karena sesuai dengan jumlah orang Tiongkok yang datang ke Sampit dan melakukan perdagangan dengan suku setempat. Tidak diketahui pasti siapa yang kemudian mencetuskan kata Sampit. Sumber lain lagi membantah bahwa nama Sampit berasal dari bahasa Cina, bahwa ada seorang yang bernama  Sampit yang berasal dari Kalimantan Selatan yang kemudian datang ke Sampit dan membangun Sampit.

Sampit sendiri merupakan ibu kota kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Luas wilayahnya hanya 16.796 km2 dengan jumlah penduduk 429.931 jiwa. Selain suku asli, yaitu suku Dayak, banyak juga para pendatang yang berasal dari Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan Selatan, dan orang-orang Tiongkok yang kemudian membaur dengan masyarakat setempat sehingga terjalin harmonisasi antara masing-masing suku serta membentuk karakteristik masyarakat Sampit itu sendiri. Untuk orang-orang Tiongkok sendiri telah ada semenjak ratusan tahun lalu pada era perdagangan Nusantara.  Di jalan-jalan kota Sampit tidak ditemukan jembatan flyover maupun jalan tol, hal ini terkait dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak dan jarang terjadi macet sehingga tidak diperlukan adanya jalan tol maupun jembatan flyover. Dari luas wilayah yang ada, sebagian besar masih berupa hutan belantara. Jika musim kemarau tiba, seringkali terjadi pembakaran hutan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang kemudian menghasilkan kabut asap yang tebal dan mengganggu pernafasan. Tidak jauh berbeda dengan kondisi ibukota, pada siang hari terasa sangat panas dan  menyengat namun pada malam hari (mulai pukul 7 malam keatas) sangat berbanding terbalik, dingin yang cukup menusuk tulang.

Sampit. Sumber: Wikipedia.

Aktivitas masyarakatnya lebih banyak dilakukan di siang hari daripada malam hari. Malam hari jalanan cenderung sepi karena warganya banyak yang tinggal di dalam rumah kecuali jika ada keperluan tertentu atau untuk keperluan hiburan, biasanya pusat-pusat kota menjadi ramai dikunjungi warga. Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakatnya adalah bahasa Banjar (bahasa yang dipakai di Kalimantan Selatan) dengan aksen khas Sampit yang sedikit berbeda dengan bahasa Banjar yang digunakan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, selain itu Bahasa Dayak Sampit dan Dayak Ngaju (Dayak Hulu). Suku asli setempat, yakni suku Dayak telah membaur dengan suku-suku lainnya yang ada karena suku Dayak di Sampit cenderung  lebih bisa bersahabat dan membuka diri dengan suku lainnya sehingga dapat tejalin harmonisasi yang baik.

Pada suku-suku Dayak pedalaman yang menganut kepercayaan Hindu Kaharingan, tradisi masih dipegang teguh terutama pada acara-acara tertentu seperti perkawinan, kematian, pengangkatan kepala suku, maupun acara adat lainnya. Namun di Sampit, suku Dayak yang ada sudah mulai meninggalkan tradisi nenek moyang mereka, meskipun dalam beberapa aktivitas masih tetap melekat. Hal ini dikarenakan suku Dayak di Sampit telah memeluk agama baru selain kepercayaan nenek moyang mereka. Agama mayoritas suku Dayak di Sampit adalah agama Islam, kemudian sisanya adalah Kristen Protestan dan Hindu Kaharingan. Meskipun demikian, perbedaan agama ini tidak lantas menjadikan suku Dayak merasa terpisah-pisah, rasa persaudaran sesama suku Dayak mereka masih kuat.

Bagi masyarakat luar kota Sampit, non suku Dayak khususnya, yang belum pernah mengunjungi kota Sampit mungkin akan berpikiran bahwa suku Dayak merupakan suku yang kejam dan tidak bersahabat. Namun akan berbeda rasanya jika sudah berkunjung ke kota Sampit. Masyarakatnya cenderung bisa menerima pendatang. Tidak sulit untuk bisa berbaur dengan suku Dayak, terutama suku Dayak yang ada di Sampit karena dalam aktivitas sehari-hari suku Dayak tidak rasis.  Suku Dayak Sampit juga bisa berbahasa Indonesia dengan baik sehingga untuk berkomunikasi pun tidak sulit.

Gadis Dayak Sampit. Sumber: sampitrami.blogspot.com

Kota Sampit terhubung dengan daerah-daerah lainnya di Kabupaten Kotawaringin Timur. Untuk mencapainya bisa dilalui dengan menggunakan transportasi darat maupun air. Warga Sampit rata-rata memiliki kendaraan pribadi sendiri. Tidak mengherankan jika kebanyakan warga Sampit memiliki motor sendiri karena bisa dikatakan tanpa motor sulit untuk melakukan aktivitas. Selain itu, transportasi air yang menghubungkan kota Sampit dengan daerah lainnya dengan menyeberangi sungai, dikenal dengan sebutan ­kelotok, yaitu perahu air yang memiliki mesin. Orang Sampit, khususnya suku asli sudah biasa jika berkendaraan/ bepergian dengan menggunakan kelotok untuk mencapai daerah –daerah lainnya. Rata-rata suku asli Sampit pandai berenang karena sehari-hari sudah akrab dengan kehidupan sungai. Sungai Mentaya merupakan sungai yang ada di Sampit. Di sungai Mentaya inilah biasanya kapal-kapal besar dengan tujuan Pulau Jawa dan kelotok melintas.

 

Sekilas mengenai kerusuhan Sampit tahun 2001

          Pada waktu kerusuhan di Sampit meletus awal tahun 2001, usia saya 11 tahun dan sedang duduk di bangku kelas 6 SD. Saya dan keluarga baru sekitar dua tahun tinggal di Sampit. Sebelumnya saya dan keluarga saya tinggal di sebuah kecamatan kecil tidak begitu jauh dari kota Sampit. Saya masih ingat saat kerusuhan terjadi, keadaannya sangat mencekam dan memprihatinkan. Pada waktu itu, sekolah-sekolah harus berhenti sejenak dari kegiatan belajar mengajarnya hingga kerusuhan mereda. Banyak rumah orang Madura yang ditinggalkan pemiliknya di bom dan dijarah oleh penduduk sekitar. Pemiliknya tidak pernah lagi kembali hingga kerusuhan telah mereda. Selain itu, di depan rumah tiap penduduk harus menuliskan nama suku masing-masing dan mengikuti kode sesuai dengan siapa yang sedang berkuasa saat itu. Sempat suku Madura yang berukuasa selama seminggu. Suku Dayak yang ada di Sampit sempat kalah dan mundur ke pedalaman dan memanggil para sesepuh suku Dayak. Saat Madura yang berkuasa, sempat tersiar kabar Sampit ingin dijadikan daerah Sampang ke dua dan akan diadakan pemutihan. Namun hal itu tidak sampai terjadi karena setelah satu minggu, suku Dayak yang ada di pedalaman kembali dengan jumlah massal yang lebih banyak dan menggunakan kemampuan mistik mereka dalam menumbangkan orang-orang Madura.

Saya dan keluarga tinggal di sebuah kompleks perumahan yang baru saja dibuka dan letaknya berada di tengah hutan. Kebanyakan orang masih belum cukup mengenal kompleks tempat saya tinggal karena letaknya yang agak sulit dijangkau bagi orang yang belum benar-benar menjelajahi kota Sampit. Selama berlangsungnya kerusuhan, saya dan keluarga hanya berdiam diri di rumah. Kami juga harus mengirit bahan makanan jika tidak ingin kelaparan . Mencari bahan makanan ke pusat kota Sampit berarti mengorbankan nyawa, karena bisa saja kepala melayang. Saya sudah terbiasa mendengar suara tangisan ibu-ibu yang meratapi terjadinya kerusuhan setiap harinya. Setiap hari kita benar-benar harus waspada menghadapi ancaman kedatangan orang Dayak yang datang melakukan penyisiran ke rumah-rumah untuk menghabisi nyawa orang-orang Madura.

Selama kerusuhan saya tidak pernah pergi kemanapun selain di sekitar rumah. Pada saat itu ibu saya juga sedang mengandung lima bulan adik saya yang terakhir. Saya ingin sekolah lagi, ingin bisa makan enak tanpa dibatasi, tapi tentu saja itu tidak bisa dilakukan karena kerusuhan masih berlangsung dan bahan makanan susah didapat. Menurut cerita yang  saya dengar waktu itu, di pusat kota sudah banyak orang Madura yang dibantai dan kepalanya dibiarkan menggeletak begitu saja. Bahkan yang paling mengerikan tidak terbayangkan oleh saya, otak-otak orang Madura di masuk bersama dengan mie rebus. Saya tidak tahu cerita itu benar atau tidak karena saya tidak pernah melihat secara langsung, saya hanya mendengar cerita itu dari orang-orang di sekitar saya. Saya juga tidak pernah melihat pembantaian orang Madura secara langsung atau melihat kepala orang Madura berserakan, hanya beberapa tetangga saya yang pernah melihatnya.

Mengkritisi terjadinya kerusuhan, saya tidak tahu pasti pangkal penyebab terjadinya kerusuhan. Yang jelas, sebelum  meletus kerusuhan awal tahun 2001, pernah juga ada isu-isu pemicu kerusuhan tahun-tahun sebelumnya namun tidak pernah sampai meledak seperti yang terjadi pada awal tahun 2001 itu. Saya rasa karena pada Orde Baru hal-hal yang berbau SARA tidak diperbolehkan atau cepat bisa diredam sehingga tidak sampai terjadi kerusuhan besar.  Selain itu pula, antara suku Dayak dan Madura maupun suku lainnya sebelum kerusuhan terjadi masih hidup berdampingan dengan rukun dan toleransi. Setahu saya, orang Dayak sangat welcome dengan pendatang. Apalagi suku Dayak dan  suku  Madura pun telah  hidup berdampingan sekian tahun tanpa ada konflik besar yang tidak bisa diatasi dengan damai. Jika tidak karena adanya provokasi oleh golongan tertentu, kerusuhan yang banyak menelan korban jiwa dan kerugian material dan immaterial ini tidak akan terjadi.

Kerusuhan yang terjadi berlangsung tidak begitu lama, hanya dalam hitungan bulan. Kerusuhan antara kedua suku ini akhirnya bisa diselesaikan dengan cara damai setelah melihat jumlah korban jiwa dan kekacauan disana-sini yang terjadi. Banyak pihak-pihak yang tidak bersalah turut menjadi korban sehingga jalan damai pun menjadi alternatif. Terlalu kecil bagi saya memahami kondisi politis pada masa itu, tapi yang saya tahu kerusuhan akhirnya selesai damai. Orang-orang Madura yang berhasil mengungsi keluar Sampit dan terikat kontrak dengan pemerintah setempat atau memiliki keterikatan dengan kota Sampit akhirnya dipulangkan kembali ke Sampit. Cara damai yang ditempuh kedua belah pihak ini merupakan alternatif yang baik agar tercipta toleransi antar suku. Hingga saat ini, orang-orang Madura masih di temukan di Sampit dan sekitarnya. Harapan saya semoga kerusuhan sosial tahun 2001 tidak pernah terjadi lagi dan masyarakatnya bisa hidup rukun, damai, dan tidak mudah terprovokasi.

Referensi :
www.sampitonline.com
www.depdagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/62/name/kalimantan-tengah/detail/6202/kotawaringin-timur

 

 Rinchi Andika Marry, mahasiswi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia ini memiliki nama panggilan yang beragam. Di keluarga ibu di panggil Iin, di keluarga bapak dipanggi Enchik, teman-teman kampus Rinchi. Suka mempelajari bahasa asing terutama Bahasa Inggris, Bahasa Korea, dan Bahasa Mandarin. Punya hobby nulis cerita pendek dan novel. Berharap suatu hari tulisan2nya bisa dimuat di majalah dan novelnya dipublish. Selalu berimajinasi dimanapun berada. 

 

Categories
101 La Galigo Featured Liputan

Lontara Project Kunjungi Adik-Adik Home School Gafatar

Selasa 28 Agustus 2012, Makassar.

Sore itu, sekitar tiga puluhan adik-adik home-school yang berusia sepuluh hingga tujuh belas tahun memadati ruangan pertemuan di lantai 2 Sekretariat Gafatar. Merupakan sebuah kehormatan bagi LONTARA PROJECT untuk dapat sharing sedikit mengenai La Galigo kepada mereka. Meskipun awalnya terlihat malu-malu, lama-lama adik-adik home-school yang sering mengadakan kegiatan-kegiatan bersama LSM Gafatar ini terlihat begitu antusias.

Hasil Karya Adik-Adik Home-school Gafatar, Makassar

Dengan penasaran, mereka bertanya tentang banyak hal mengenai La Galigo. Pembahasan diselingi dengan dialog interaktif antara tim Lontara Project dan adik-adik Gafatar. Tidak mudah untuk menjelaskan kenapa mereka harus mengetahui dan bangga dengan kekayaan budaya masing-masing ketimbang menjagokan superhero-superhero luar negeri yang membombardir pasaran. Ketika ditanya tentang kebudayaan Makassar, banyak yang menggeleng tertawa karena kurang tahu, bahkan tidak mengerti apa yang menjadi ciri khas Sulawesi Selatan.

Apalagi ketika mereka dibagi ke dalam tiga kelompok untuk saling berkompetisi menggambar ilustrasi tokoh Sawerigading sesuai petunjuk yang tim kami arahkan. Mereka kelihatan berpikir keras saat diberi limabelas menit untuk berimajinasi bagaimana sosok Sawerigading menurut khayalan mereka. Ada yang bingung, ada yang serius, ada yang heboh dalam menuangkan ide-ide mereka ke atas kertas.

Setelah mereka memilih sendiri tiga karya terbaik sebagai perwakilan dari masing-masing kelompok, maka dipilihlah satu pemenang pertama. Dan… Ternyata pemenangnya adalah Aslam! Si jago gambar yang pendiam ini berhak untuk mendapatkan pin I UNCOVER LA GALIGO sebagai hadiah dari kami! Adiknya yang berumur delapan tahun sebagai juara kedua, dan seorang abg berusia empat belas tahun sebagai juara ketiga. Ternyata umur bukanlah penghalang mereka untuk berkarya.

Tadaaa! Inilah Ilustrasi Tokoh Sawerigading Karya Aslam yang Meraih Juara I

 

Ran, tim LONTARA PROJECT berfoto dengan Aslam Sang Juara Lomba Menggambar Ilustrasi Sawerigading

 

 

Categories
Featured I UPS! La Galigo Lontara Project

“I PRESERVE LA GALIGO” T-Shirt Design Competition is On!

KRITERIA DESAIN:

1. Mengandung aksen etnik, baik motif-motif tradisional nusantara maupun modifikasinya. Misalnya sulur Dayak, motif Toraja, batik cirebon, dll. Elemen-elemen itu disatukan/dikombinasikan sehingga menciptakan sesuatu yang baru dan unik.

2. Fresh, funky, funny, representatif bagi anak muda. Kaosnya keren dan menonjolkan kesan dinamis, fleksibel, dengan paduan warna-warni yang menarik. Maksimal 5 warna.

3. Wajib mencantumkan kalimat “I PRESERVE LA GALIGO” dan lambang LONTARA PROJECT pada salah satu bagian kaos, khususnya bagian depan atau belakang dengan tulisan yang mudah dibaca.

Ketentuan Pengiriman :

– Dalam bentuk JPEG/PNG. Karya desainer yang terpilih akan kami hubungi agar mengirimkan soft-filenya melalui email. 

– Size tidak lebih dari 2MB, boleh portrait atau landscape. Format color sebaiknya RGB.

– Karya orisinil, belum pernah digunakan pada kontes-kontes sebelumnya.

– Karya tidak menonjolkan SARA/Pornografi/Kekerasan/dan hal negatif lainnya.

Bagi yang belum jelas, silahkan memberi komentar 🙂 SELAMAT MENDESAIN!