Categories
Ilustrasi Karakter

Ilustrasi We Tenriabeng

“Kua mua ni, Wé Tenriabéng, lé palaguna, tépu mallino, akessingenna, ri tuju mata, sulo jajjareng, tapaq langkana, awajikenna, ri tuju mata”.

“Bagaikan Wé Tenriabéng,bulan purnama yang menjelma, kecantikannya dipandang mata, menyuluhi beranda, menyinari istana, kecantikannya, dipandang mata ”. (Nurhayati Rahman, 2006:366)*

We Tenriabeng oleh Maharani Budi

Tokoh ini adalah saudara kembar Sawérigading. Seperti halnya dengan tokoh-tokoh yang lain, ia juga merupakan keturunan dewa yang menjelma di bumi. Bahkan ia kawin dengan Remmang Ri Langiq, sepupunya yang bermukim di langit. Ia kemudian pindah mengikuti suaminya berdiam di Boting Langiq (kerajaan langit).

Ia digambarkan sebagai tokoh yang sempurna, kecantikannya tiada cela, seimbang tinggi dan besarnya, kulitnya mengkilat putih kekuningan, dan rambutnya panjang tergerai. Begitu cantiknya hingga saudara kembarnya Sawérigading jatuh cinta kepadanya. Dari sinilah awal terjadinya kecelakaan tersebut yang berujung pada pembuangan Sawérigading ke tanah Cina.

Disamping keindahan fisik yang dimiliki oleh Wé Tenriabéng, ia juga memiliki sifat-sifat kewanitaan yang sejalan dengan keindahan tubuhnya; lembut dan arif. Hal ini terlihat saat Sawérigading frustasi menghadapi penolakan cintanya, dengan lemah lembut ia menasehati Sawérigading untuk pergi ke Cina sebab disana ada sepupunya yang mirip dengannya yakni Wé Cudai puteri raja Cina.

Namun di lain waktu ia juga menampilkan sosok pribadi wanita yang bebas mengekspresikan kata hatinya, setia, dan teguh pada janjinya, keras, semua yang menjadi kemauannya tak boleh dibantah.

*Rahman, Nurhayati. 2006. Cinta, Laut, dan Kekuasaan Dalam Epos La Galigo (Episode Pelayaran Sawérigading ke Tanah Cina: Perspektif Filologi dan Semiotik. Makassar: La Galigo Press.

Dikutip dari Landasan Teori BAB II, Tugas Akhir “Ilustrasi Karakter Utama Naskah La Galigo Episode SSLTC”, Maharani Budi, STISI-Telkom Bandung, 2011.

PS : Kalau page/gambar/teks ini mau kamu salin ke blog/web lain, jangan asal copas, cantumkan sumbernya! Tolong hargai karya dan usaha tim kami. Tanggungjawab dimulai dari diri kamu sendiri, oke!

Categories
Ilustrasi Karakter

Ilustrasi Remmang Ri Langiq

Adanna kua Remmang Ri Langiq, “Amaséang ngaq Muttia Simpéng, ati kalémping to Rualetté, muéréang ngaq bake tumaniq muressaqé kupoppangngeppeq kinninawa I soloq ri lino maponcoq a I sungeq datukku ri tengnga tasiq.”

Demikian kata Remmang Ri Langiq, “Kasihanilan aku Muttia Simpéng (Wé Tenriabéng) bunga bilik Rualetté, berikanlah aku ampas sirihmu, yang kau gigit, kujadikan penguat jiwa turun ke dunia. Siapa tahu ajalku pendek di tengah laut.” (Nurhayati Rahman, 2006:229)*

Remmang Ri Langiq by Maharani Budi

Suami Wé Tenriabéng adalah Remmang Ri Langiq, yang dalam teks digambarkan sebagai dewa dari langit. Meskipun demikian ia masih sepupu sekali dengan Wé Tenriabéng.

Karakter tokoh ini tidak terlalu banyak disebutkan kecuali sebagai seorang lelaki yang sangat mencintai istrinya. Sebagai perwujudan rasa cinta itu adalah dengan memenuhi segala permintaan istrinya. Ketika ia menikahi Wé Tenriabéng, pemberian mas kawinnya sangatlah banyak, bukan saja harta tapi juga bissu dan dayang-dayang yang tak terbilang banyaknya. Begitu cintanya ia kepada istrinya, maka saat akan turun ke bumi untuk membantu Sawérigading yang kewalahan menghadapi La Tenrinyiwiq, salah satu musuh yang diperangi Sawérigading di tengah laut, ia meminta ampas sirih Wé Tenriabéng yang ada di mulutnya untuk dijadikan penguat jiwa turun ke dunia.

*Rahman, Nurhayati. 2006. Cinta, Laut, dan Kekuasaan Dalam Epos La Galigo (Episode Pelayaran Sawérigading ke Tanah Cina: Perspektif Filologi dan Semiotik. Makassar: La Galigo Press.

Dikutip dari Landasan Teori BAB II, Tugas Akhir “Ilustrasi Karakter Utama Naskah La Galigo Episode SSLTC”, Maharani Budi, STISI-Telkom Bandung, 2011.

PS : Kalau page/gambar/teks ini mau kamu salin ke blog/web lain, jangan asal copas, cantumkan sumbernya! Tolong hargai karya dan usaha tim kami. Tanggungjawab dimulai dari diri kamu sendiri, oke!

Categories
Featured Lontara Project

Ilustrasi La Galigo Episode SSLTC

Pelayaran Sawerigading ke tanah cina

Dari ke-sekian episode naskah La Galigo, SSLTC (Sompeqna Sawérigading Lao ri Tana Cina/Perjalanan Sawérigading ke Tanah Cina) menjadi salah satu episode yang sangat menarik, yakni menceritakan tentang perjalanan Sawérigading mengarungi samudera dan melawan musuh-musuh yang ditemuinya di laut, untuk mencapai tanah Cina. Episode inilah yang akan dikemas dalam bentuk ilustrasi, yakni kelima karakter utamanya : Sawérigading, La Pananrang, La Massaguni, Wé Tenriabéng, dan Remmang Ri Lanqiq. Namun, sebelum mengenal kelima tokoh itu lebih jauh, kita harus mengetahui dulu, bagaimana sih inti cerita episode SSLTC ini?

SEJARAH

Pada jaman dahulu, orang Bugis memiliki kepercayaan tentang keberadaan dewa-dewi yang mendiami tiga dimensi yang berbeda, yakni Boting Langiq atau kerajaan langit atau disebut juga dunia atas, Buriq Liu atau kerajaan bawah laut atau disebut juga Pérétiwi (dunia bawah), dan diantara keduanyalah terdapat Alé kawaq, bumi yang kita tempati sekarang.

Dalam Naskah “Mula Tau” diceritakan bahwa Patotoé atau Tuhan yang bertahta di Boting Langiq mempunyai saudara perempuan yang bernama Sinauq Toja, dewi yang bertahta di Pérétiwi. Sinauq Toja kawin dengan Guru Ri Selleq dari Pérétiwi, sementara Guru Ri Selleq juga mempunyai saudara perempuan bernama Datu Palinge. Datu Palinge inilah yang menjadi istri Patotoé. Perkawinan Patotoé dengan Datu Palinge membuahkan beberapa anak, dan salah satunya bernama La Togeq Langiq yang selanjutnya diutus ke bumi untuk menjadi penguasa bumi; setelah di bumi ia pun bernama Batara Guru. Batara Guru kemudian kawin dengan sepupunya dari Pérétiwi bernama Wé Nyiliq Timoq, dan selanjutnya dari Wé Nyiliq Timoq lahirlah Batara Lattuq, ayah Sawérigading; dan Sawérigading inilah yang menjadi ayah La Galigo. (Nurhayati Rahman, 2006:13)

Sawérigading dikisahkan memiliki saudara kembar perempuan yang bernama Wé Tenriabéng, yang dipisahkan sejak lahir karena takut mereka berdua akan jatuh cinta saat dewasa. Namun pada kenyataannya, Sawérigading bertemu dengan Wé Tenriabéng di sebuah pesta jamuan makan tanpa sengaja, dan terjadilah apa yang ditakutkan selama ini. Singkat cerita, Sawérigading gagal meminang adik kandungnya sendiri karena hal itu sangat bertentangan dengan adat dan kebiasaan, dan kemudian akhirnya memutuskan berlayar menuju tanah Cina, ditemani pengawal dan ajudan-ajudannya, menemui sepupu jauhnya, Wé Cudai, untuk dinikahi. Dari keseluruhan cerita, petualangan Sawérigading ke tanah Cina lah yang paling mendominasi dan menjadi topik hangat yang sering diperbincangkan oleh para peminat kisah La Galigo.

Beberapa tokoh utama memiliki karakter yang sangat kuat dan menonjol, yang menjadi ciri khas yang membedakannya dengan tokoh-tokoh dalam cerita lain. Seperti Sawérigading yang selain  digambarkan dengan karakter yang sangat manusiawi, ia juga memiliki kemampuan-kemampuan khusus sebagai seorang keturunan dewa seperti Sawérigading dapat menghidupkan kembali orang yang mati hanya dengan menyelupkan Besi Jawa* ke dalam air bersama ramuan-ramuan lain, lalu dipercikkan kepada orang mati, orang tersebut dapat hidup kembali. (Nurhayati Rahman, 2006:397)*

 

*Rahman, Nurhayati. 2006. Cinta, Laut, dan Kekuasaan Dalam Epos La Galigo (Episode Pelayaran Sawérigading ke Tanah Cina: Perspektif Filologi dan Semiotik. Makassar: La Galigo Press.

Dikutip dari Landasan Teori BAB II, Tugas Akhir “Ilustrasi Karakter Utama Naskah La Galigo Episode SSLTC”, Maharani Budi, STISI-Telkom Bandung, 2011.