Categories
Ilustrasi Karakter

Ilustrasi La Pananrang

“… La Pangoriseng dan La Temmalureng, kemudian mengenakan pula pakaian kebesarannya, sarung sutera dengan sulaman bulan emas, yang di tepi bagian atasnya bersuji benang emas lima kati, dan tujuh kati bawahnya. Bajunya berasal dari negeri Timor. Gelang berurat keramat dari Boting Langiq melekat kokoh pada lengannya. Keris emas dari Rualetté yang terselip pada ikat pinggang kain sutera dari Uluwongeng, menambah keperkasaan kedua orang kepercayaan Batara Lattuq itu. (Idwar Anwar, 2004:110)*

La Pananrang by Maharani Budi

Seperti halnya La Pangoriseng dan La Temmalureng merupakan orang kepercayaan Batara Lattuq, La Pananrang juga merupakan sosok paling dekat dengan Sawérigading.

La Pananrang adalah pengawal yang paling dekat dengan Sawérigading dan masih sepupu sekali dengannya. Seperti halnya dengan Sawérigading di dalam diri La Pananrang, juga mengalir darah dewa, meskipun tidak seasli dan semurni dengan Sawérigading. Namun, akibat dari keturunan dewa juga berimplikasi pada tindakannya. Ia merupakan sosok manusia yang disamping memiliki sifat kedewaan juga memiliki sifat kemanusiaan. Sifat kedewaannya antara lain : mampu menghidupkan orang mati. Sementara sifat kemanusiaannya sangat halus dan lembut, arif dan bijaksana.

Sebagai penasehat, fungsinya khusus mendampingi raja saat raja sedang menghadapi persoalan sulit dan akan mengambil keputusan. Disini ia hadir penuh kearifan untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan yang baik dan benar. Dalam menghadapi musuh, ia pulalah yang selalu tampil ke depan untuk bernegosiasi dengan musuh, pengetahuannya sangat luas dan mendalam, dan nasehat-nasehatnya sangat filosofis.

Salah satu sifatnya yang menonjol adalah lemah-lembut, bertutur kata halus, dan selalu memusyawarahkan segala sesuatu keputusan yang akan diambil.**

*Anwar, Idwar. 2004. La Galigo (Episode Mutiara Tompoq Tikkaq). Makassar: Jarahnitra.

**Rahman, Nurhayati. 2006. Cinta, Laut, dan Kekuasaan Dalam Epos La Galigo (Episode Pelayaran Sawérigading ke Tanah Cina: Perspektif Filologi dan Semiotik. Makassar: La Galigo Press.

Dikutip dari Landasan Teori BAB II, Tugas Akhir “Ilustrasi Karakter Utama Naskah La Galigo Episode SSLTC”, Maharani Budi, STISI-Telkom Bandung, 2011.

PS : Kalau page/gambar/teks ini mau kamu salin ke blog/web lain, jangan asal copas, cantumkan sumbernya! Tolong hargai karya dan usaha tim kami. Tanggungjawab dimulai dari diri kamu sendiri, oke!

Categories
Ilustrasi Karakter

Ilustrasi La Massaguni

“Natijang ronnang La Massaguni, lé naittéq I bake manuqna, natappokangngi turung nrupanna Langiq Risompa, napasibollo miccu makkeda, “Somméng-somméngmu La Tenrinyiwiq, boréq-boréqmu Langiq Risompa, panyilikiaq gauq masomméng  tappaliwemmu, muasengngé béla watammu lé oroané.”

Segera berdiri La Massaguni, memungut bangkai ayamnya, melemparkannya ke muka Langiq Risompa, lalu meludah sambil berkata, “Sombong benar engkau La Tenrinyiwiq, kurang ajar benar engkau Langiq Risompa, mempertontonkan aku perbuatan sombong yang keterlaluan, apa kau mengira, (bahwa) hanya dirimu yang laki-laki”. (Nurhayati Rahman, 2006:362)*

La Massaguni by Maharani Budi

 Tokoh ini mempunyai karakter yang beroposisi dengan La Pananrang. Kalau La Pananrang adalah tokoh yang berhati lembut, halus, dan bijaksana, maka La Massaguni adalah sebaliknya; ia adalah tokoh yang keras, tegas, dan emosional, tidak kenal kompromi, dan tidak banyak bicara, ia lebih banyak bertindak.

La Massaguni dalam naskah lebih populer dengan panggilan To Ampé Manuq yang secara harfiah berarti To : orang, Ampé : sifat, dan Manuq : ayam, jadi To Ampéq Manuq adalah orang yang mempunyai karakter seperti ayam.

Ayam adalah simbol kejantanan, bila diadu ia pantang menyerah, karenanya ayam selalu menjadi teman raja, ke mana saja raja pergi maka ayam jago yang menjadi simbol kejantanan seorang raja dalam pesta penyabungan ayam, selalu menemaninya.

Demikianlah gambaran tentang keadaan To Ampéq Manuq, fungsinya dalam mendampingi Sawérigading adalah sebagai panglima angkatan perang. Tugas yang menantang kekuatan fisik dan keberanian itu sejalan dengan karakter yang dimilikinya. Ia bak ayam jago bila berlaga di medan perang, menyeruduk kesana kemari tanpa memperhitungkan keselamatannya. Bahkan kadang-kadang ia bertindak sangat gegabah tanpa memusyawarahkan dengan La Pananrang.

Meskipun La Massaguni keras dan emosional, tapi ia juga menyimpan sifat-sifat kelembutan terutama bila ia menghadapi wanita; yang menonjol adalah sifat romantisnya. Seperti diketahui bahwa saat Sawerigading menolak La Tenrilennareng (janda La Tenrinyiwiq) untuk menjadi istrinya, maka La Massaguni yang menyodorkan diri untuk mempersuntingnya.

Perkawinan pun berlangsung dengan meriah di atas perahu, di tengah-tengah duka yang melanda sang permaisuri yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya La Tenrinyiwiq, dan justru yang menjadi suaminya adalah orang yang membunuh suaminya. Sepanjang pesta perkawinan iti, tak henti-hentinya La Tenrilennareng menangis, meratapi nasibnya, membuat perasaan La Massaguni tak menentu.

Ia memangku istrinya sembari membelai rambutnya yang panjang dan tergerai dan menghibur hatinya dengan kata-kata lembut. Semua itu merupakan gambaran yang lembut dan romantis dari diri sang juara.*

*Rahman, Nurhayati. 2006. Cinta, Laut, dan Kekuasaan Dalam Epos La Galigo (Episode Pelayaran Sawérigading ke Tanah Cina: Perspektif Filologi dan Semiotik. Makassar: La Galigo Press.

Dikutip dari Landasan Teori BAB II, Tugas Akhir “Ilustrasi Karakter Utama Naskah La Galigo Episode SSLTC”, Maharani Budi, STISI-Telkom Bandung, 2011.

PS : Kalau page/gambar/teks ini mau kamu salin ke blog/web lain, jangan asal copas, cantumkan sumbernya! Tolong hargai karya dan usaha tim kami. Tanggungjawab dimulai dari diri kamu sendiri, oke!

Categories
Ilustrasi Karakter

Ilustrasi We Tenriabeng

“Kua mua ni, Wé Tenriabéng, lé palaguna, tépu mallino, akessingenna, ri tuju mata, sulo jajjareng, tapaq langkana, awajikenna, ri tuju mata”.

“Bagaikan Wé Tenriabéng,bulan purnama yang menjelma, kecantikannya dipandang mata, menyuluhi beranda, menyinari istana, kecantikannya, dipandang mata ”. (Nurhayati Rahman, 2006:366)*

We Tenriabeng oleh Maharani Budi

Tokoh ini adalah saudara kembar Sawérigading. Seperti halnya dengan tokoh-tokoh yang lain, ia juga merupakan keturunan dewa yang menjelma di bumi. Bahkan ia kawin dengan Remmang Ri Langiq, sepupunya yang bermukim di langit. Ia kemudian pindah mengikuti suaminya berdiam di Boting Langiq (kerajaan langit).

Ia digambarkan sebagai tokoh yang sempurna, kecantikannya tiada cela, seimbang tinggi dan besarnya, kulitnya mengkilat putih kekuningan, dan rambutnya panjang tergerai. Begitu cantiknya hingga saudara kembarnya Sawérigading jatuh cinta kepadanya. Dari sinilah awal terjadinya kecelakaan tersebut yang berujung pada pembuangan Sawérigading ke tanah Cina.

Disamping keindahan fisik yang dimiliki oleh Wé Tenriabéng, ia juga memiliki sifat-sifat kewanitaan yang sejalan dengan keindahan tubuhnya; lembut dan arif. Hal ini terlihat saat Sawérigading frustasi menghadapi penolakan cintanya, dengan lemah lembut ia menasehati Sawérigading untuk pergi ke Cina sebab disana ada sepupunya yang mirip dengannya yakni Wé Cudai puteri raja Cina.

Namun di lain waktu ia juga menampilkan sosok pribadi wanita yang bebas mengekspresikan kata hatinya, setia, dan teguh pada janjinya, keras, semua yang menjadi kemauannya tak boleh dibantah.

*Rahman, Nurhayati. 2006. Cinta, Laut, dan Kekuasaan Dalam Epos La Galigo (Episode Pelayaran Sawérigading ke Tanah Cina: Perspektif Filologi dan Semiotik. Makassar: La Galigo Press.

Dikutip dari Landasan Teori BAB II, Tugas Akhir “Ilustrasi Karakter Utama Naskah La Galigo Episode SSLTC”, Maharani Budi, STISI-Telkom Bandung, 2011.

PS : Kalau page/gambar/teks ini mau kamu salin ke blog/web lain, jangan asal copas, cantumkan sumbernya! Tolong hargai karya dan usaha tim kami. Tanggungjawab dimulai dari diri kamu sendiri, oke!