Categories
101 La Galigo Liputan

Sawerigading: Dari Nama Pangeran La Galigo hingga Padi di Luwu

Sobat Lontara, bagi kalian yang pernah mendengarkan atau membaca cerita dalam epos La Galigo tentunya sudah tidak asing lagi dengan tokoh Sawerigading. Nah, ternyata nama tokoh ini tidak hanya terkenal di dalam epos La Galigo saja lho. Ia sudah tersohor ke mancanegara, bahkan tidak hanya sebagai nama sosok manusia saja namun juga sebagai nama varietas tanaman pangan! Yuk, mari kita simak ceritanya.

Sawerigading adalah salah satu karakter yang paling banyak diceritakan pada berbagai episode La Galigo. Ia adalah putra dari pasangan penguasa negeri Ale Luwu yaitu Batara Lattuq dan We Datu Sengngeng. Sawerigading juga merupakan generasi kedua keturunan dari Batara Guru sebagai Tomanurung (Dewata yang turun ke muka bumi untuk memulai peradaban manusia) sekaligus saudara kembar dari We Tenri Abeng. 

Sawerigading punya banyak sekali nama. La Galigo merekam julukan-julukan yang amat menawan baginya, beberapa di antaranya seperti: “Toappanyompa”, “Opunna Ware”, “Sawe ri Sompa”, “Lawe” dan “La Madukelleng”. Pangeran Ale Luwu ini dikisahkan gemar berlayar menuju ke berbagai tempat di persada Nusantara. Ia bahkan pernah bertualang hingga ke kerajaan di tepi langit dan berangkat ke Ale Maje, negeri kematian yang berada di ujung dunia sebelah barat dalam kosmologi Bugis kuno. Ia membina persahabatan dengan banyak penguasa di negeri-negeri yang ia jelajahi, seperti raja dari Maloku, Gima (Bima), Pao (Davao), dan lain sebagainya. Kisah Sawerigading yang paling terkenal dalam La Galigo berkaitan dengan petualangannya ke negeri Ale Cina untuk melamar seorang putri bernama I We Cudai. Pelayarannya itu diceritakan tidak berjalan mulus karena beberapa kali harus berhadapan dengan para penguasa laut yang berasal dari perairan Maccapaiq (Majapahit), Malaka, serta Jawa Wulio (Buton).

Di luar cerita La Galigo, nama Sawerigading turut pula berkelana ke berbagai penjuru Nusantara seiring dengan berlayarnya pelaut-pelaut dari Sulawesi Selatan membawa kisah petualangannya. Di daerah Gorontalo ia disebut “Sawerigade”, di Kaili ia adalah “Afnawara”, sedangkan di Pulau Banggai ia dijuluki “Miattalolo”. Dalam naskah Ceritera Asal Bangsa Jin dan Segala Dewa-Dewa dari Bima, Sawerigading disebut dengan nama “Sangir Gading” sedangkan dalam Hikayat Kelantan ia adalah tokoh “Suwira Gading” yang berjuang bersama pahlawan Sanjaya dan Sang Setiaki Satirta membebaskan negeri Yuwana (Bumi Vietnam) dari serangan kerajaan Cina. Silsilah raja-raja Melayu yang direkam oleh kitab Tuhfat al-Nafis juga menyebutkan namanya sebagai salah satu leluhur sultan-sultan di Riau dan Johor. Thomas Gibson dalam bukunya yang berjudul And the Sun Pursued the Moon: Symbolic Knowledge and Traditional Authority among the Makassar bahkan mengaitkan sosok Sawerigading dengan tokoh Panji Inu Kertapati yang amat terkenal dalam kebudayaan pesisir di kawasan Asia Tenggara.

Di balik popularitas Sawerigading, siapa sangka bahwa ternyata namanya juga digunakan untuk beberapa varietas tanaman pangan lokal di Sulawesi Selatan. Kabupaten Luwu, daerah yang menjadi rahim sekaligus latar peristiwa dalam epos La Galigo adalah salah satu penghasil beras terbesar di Sulawesi Selatan. Tanahnya yang subur memberikan potensi alam yang membuat kawasan ini unik baik dari segi bentang geografisnya maupun keanekaragaman hayatinya. Menurut hasil reportase Mongabay, Luwu memiliki kekayaan varietas padi lokal. Sebelum pemerintah memperkenalkan varietas padi baru, dulunya masyarakat Luwu mengonsumsi beragam jenis padi lokal tersebut. 

Sayangnya seiring dengan berlalunya waktu, varietas-varietas padi lokal kemudian lenyap, tersaingi oleh varietas padi baru yang memiliki masa tanam singkat. Beruntung masih ada kalangan petani tradisional yang menyimpan bibit dari padi-padi lokal tersebut. Di antara segelintir varietas-varietas padi lokal yang masih bertahan dan dapat kita temukan bibitnya hari ini adalah varietas bernama Lotong Sawerigading, Ta’daga Sawerigading dan Nippon Sawerigading. Menurut penuturan Bapak Saghir Sama, seorang petani di Luwu, konon Nippon Sawerigading dinamakan demikian karena bulir-bulirnya yang berukuran cukup besar dan mudah untuk dimakan menggunakan sumpit, sehingga saat tentara Jepang masuk ke tanah air mereka memerintahkan para petani lokal untuk menanam varietas tersebut.

Nah, kisah nama padi yang terinspirasi dari sang pangeran Ale Luwu tidak berhenti hingga di situ saja. Pada tanggal 31 Desember 2013, Kabupaten Luwu mendaftarkan sebuah varietas padi lokal baru dengan nama Sawerigading. Berdasarkan keterangan dalam Surat Berita Resmi Pendaftaran Varietas Lokal, Padi Sawerigading tergolong sebagai padi sawah (Orysza sativa glutinosa). Varietas Padi Sawerigading ini wilayah sebarannya meliputi daerah Suli, Larompong hingga ke Welenrang. Informasi yang beredar di internet terkait Padi Sawerigading ini sayangnya masih amat terbatas.

Padi, tanaman pangan utama bagi sebagian besar penduduk di Indonesia sudah sejak lama mendapatkan posisi yang tinggi bahkan disakralkan oleh warga Sulawesi Selatan. Masyarakat Luwu menyanjung epos La Galigo kebanggaan mereka dengan menamai tanaman yang mereka cintai sesuai nama Sawerigading yang terkenal hingga ke mancanegara. Hari ini Sawerigading masih terus hidup lewat imajinasi dan sepiring nasi yang turut menggerakkan roda perekonomian para petani-petani hebat di kampung halaman La Galigo.

Referensi:

La Galigo Jejak Warisan Dunia, ed. Nurhayati Rahman, Anil Hukma, Idwar Anwar, Pusat Studi La Galigo Universitas Hasanuddin dan Kabupaten Barru, 2003.

And the Sun Pursued the Moon: Symbolic Knowledge and Traditional Authority among the Makassar, Thomas Gibson, University of Hawai’i Press, 2015.

By Louie Buana

Seorang warga Panakkukang yang sedang belajar hukum dan sejarah di Universiteit Leiden, Belanda. Pernah mengikuti pertukaran pelajar ke Amerika Serikat di bawah program AFS Youth Exchange & Study (YES). Saat ini ia juga menjadi Guest Researcher di Royal Netherlands Institute of Southeast Asian & Carribean Studies (KITLV) Leiden. Punya hobi jalan-jalan, membaca buku dan karaoke.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *