Sobat Lontara, beberapa waktu yang lalu kawan kita Wilda Yanti Salam meluncurkan buku pertamanya yang berjudul “Kisah Kasih dari Dapur”. Buku yang diterbitkan oleh Penerbit Partikular ini berisi kumpulan cerita pendek yang penulisnya dapatkan selama bertualang menjelajah narasi dapur di Sulawesi Selatan. Ditulis dengan bahasa yang ringan namun kaya akan informasi, Kisah Kasih dari Dapur menawarkan perspektif baru dalam memaknai kuliner lokal di tengah zaman yang semakin global ini.
Kisah Kasih dari Dapur – Wilda Yanti Salam (2024)
Kisah Kasih dari Dapur adalah kumpulan esai yang menjadikan dapur sebagai jendela untuk memahami dunia di luar sekadar makanan. Dalam buku ini, makanan tidak hanya dilihat sebagai sesuatu yang dikonsumsi, tetapi juga sebagai cerminan dari dinamika sosial, politik, dan budaya yang membentuk kehidupan kita. Lewat berbagai kisah kuliner, kita diajak memahami bahwa makanan bukan cuma soal kenyang atau enak di lidah. Ada jejak sejarah di dalamnya, ada hubungan kekuasaan, ada ekonomi, ada tradisi yang diwariskan turun-temurun.
Salah satu cerita menarik dalam buku ini adalah tentang nasi, makanan pokok yang punya makna mendalam bagi orang Bugis. Dalam mitologi mereka, padi bukan sekadar tanaman, tapi jelmaan seorang anak. Konon, Batara Guru—tokoh penting dalam naskah La Galigo—memiliki seorang anak bernama We Oddang Riuq yang meninggal saat masih bayi. Tiga hari setelah dikuburkan, di atas makamnya tumbuh tanaman berwarna-warni. Batara Guru pun bertanya pada Datu Patoto’E, yang menjelaskan bahwa itu adalah Sangiang Serri, anaknya yang menjelma menjadi padi. Cerita ini menggambarkan betapa padi punya nilai lebih dari sekadar bahan makanan. Bahkan, kata serri’ sendiri berarti “rumput liar,” mengingatkan kita bahwa padi dulu belum dibudidayakan seperti sekarang.
Buku karya Wilda ini dapat kamu pesan di Penerbit Partikular melalui link berikut. Selamat membaca!