Categories
101 La Galigo Featured Liputan Old Stuff Good Stuff

Para Penggerak Zaman Kota Makassar

Kita sudah sering mendengar nama-nama tokoh-tokoh Sulawesi Selatan khususnya mereka yang tumbuh besar di kota Makassar. Nama-nama seperti Andi Pangeran Pettarani, Andi Mattalatta, Jendral Yusuf dan sebagainya. Setidak-tidaknya, pemuda Kota Daeng pasti pernah melihat patung-patung pahlawan yang terletak di Jalan Penghibur (di dekat Pantai Losari). Di sana ada tokoh-tokoh seperti Syekh Yusuf, Sultan Hasanuddin dan sebagainya. Kali ini saya akan menulis tentang beberapa tokohh yang mempunyai peran penting baik itu dalam pendirian universitas, pemerintahan, politik maupun beberapa sekolah di kota Makassar.

 
Dari tahun 1930 hingga tahun 1950 kota Makassar adalah sebuah kota penuh gairah yang dihuni oleh berbagai macam etnis seperti Bugis, Ambon, Minahasa, Minangkabau, Jawa, Tionghoa dan sebagainya. Berdasarkan data yang diperoleh dari sensus penduduk (pertama kali diadakan tahun 1930) kota Makassar memiliki jumlah penduduk sebanyak 83.144 (Burhaman Djunedding, Pesta Demokrasi di Daerah Bergolak: Politik Tingkat Lokal Dan Pemilihan Umum 1955Di Sulawesi Selatan. Yogjakarta, Tesis Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Sejarah Jurusan Ilmu-ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada, 2010, hlm. 63.) Dengan jumlah warga sebanyak itu, Makassar pastinya sangat membutuhkan banyak wadah untuk pendidikan, administrasi, dan lain sebagainya

Penduduk kota ini berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia yang mempunyai semangat, keinginan untuk perkembangan kota Makassar.  Beberapa dari mereka ada yang diutus dari pemerintah pusat pada tahun 1950an sebagai pekerja, namun cinta terhadap kota Makassar lah yang membuat mereka kemudian menetap di kota ini. Mereka-mereka itulah yang mendirikan sekolah-sekolah dan universitas di Kota Makassar. Maka dari itu saya menulis tentang tokoh-tokoh tersebut. Mari simak satu per satu!

 
H. Sewang Daeng Muntu
H. Sewang Daeng Muntu dilahirkan di Makassar pada tahun 1903. Kemudian pada tahun 1905 Belanda mengasingkan beliau bersama dengan orang tuanya ke Sumatra Utara. Masa kecilnya pun dihabiskan di daerah tersebut, termasuk pendidikannya. Dalam masa pendidikan itu pula beliau belajar agama Islam, tepatnya di Sekolah Melayu. Pada tahun 1926 setelah menamatkan sekolahnya, beliau kembali ke Sulawesi dan mulai berkecimpung dalam perkumpulan Muhammadiyah. Pada tahun 1038 beliau akhirnya berhasil menjadi konsultan P.B Muhammadiyah untuk Sulawesi. pada masa pendudukan Jepang, H. Sewang Daeng Muntu pernah menjadi salah satu anggota Sukai Gi In dan Minseibu Sanjo (Badan Penasehat Minseibu). Pada masa pemerintahan N.I.T, beliau juga terpilih dan berhasil menjadi anggota parlemen dalam Fraksi Progresif yang diketuai oleh A. Mononutu. Selanjutnya, ketika Partai Politik Islam Masjumi di Sulawesi terbentuk, beliau pun tampil sebagai pemuka yang aktif di Pimpinan Wilayah dan salah satu yang memperjuangan perguruan Islam atau Universitas Muslim Indonesia Makassar, awal berdirinya pada tahun 1953 hingga diresmikannya 1954. Dalam Sumber ( Kumpulan Klipping Koran, Tokoh-Tokoh Masjumi dalam Pemilihan Umum. Jakarta. Dewan Dakwah Islam Indonesia. hal. 7)

 

 

Nazaruddin Rahmat


Naziruddin Rahmat berasal dari Sumatra Barat. Kepindahannya ke Sulawesi merupakan bagian dari penugasan Departemen Agama. Beliau merupakan kepala Jabatan Penerangan agama Provinsi Sulawesi. Perhatiannya terhadap pendidikan Islam di Sulawesi, khususnya Makassar membuatnya berfikir untuk mendirikan sebuah Universitas berbasis Islam yaitu Universitas Muslim Indonesia. Beliau pula yang memperjuangkan berdirinya Universitas Muslim Indonesia. Naziruddin Rahmat menghadap ke Gubernur Sulawesi dan walikota Kota Makassar, hingga para bupati-bupati Gowa dan Bone pada tahun 1953 untuk menyampaikan tujuannya. (dalam sumber wawancara dengan Umar Syihab pada tanggal 14-Juni-2012.)

 
Sutan Muhammad Yusuf Samah

Sutan Muhammad Yusuf Samah berasal dari Sumatra Barat. Kedatangannya ke Sulawesi bersamaan dengan Naziruddin Rahmat dan menjabat sebagai pegawai Jabatan Penerangan agama Provinsi Sulawesi di bawah pimpinan Naziruddin Rahmat. Selama perjalanan karirnya di Sulawesi, beliau aktif dalam PSII dan membuatnya terpilih menjadi ketua DPR Kota Makassar pada tahun 1952. Dalam sumber (Sidang DPR Kota Besar Golongan Minoriteit Bentuk fraksi Kerakjatan”, Pedoman Rakyat, Rabu 14 Januari 1954, hal. 1.) Tahun 1954 tercatat bahwa beliau mulai aktif dalam Yayasan Universitas Muslim Indonesia dan merupakan salah satu tokoh yang menandatangani akte Yayasan Universitas Muslim Indonesia. Beliau juga merupakan pengurus Wakaf Yayasan Universitas Muslim Indonesia.

 
Muhammad Noor

Muhammad Noor lahir di Bulukumba pada tanggal 14 April 1905. Beliau menamatkan pendidikannya di Sekolah Rakyat selama 6 tahun kemudian melanjutkannya di pesantren selama 3 tahun. Tahun 1919-1927 beliau bekerja di kantor Adatgemeenschap Gantarang. Kemudian tahun 1927-1930 bekerja di kantor Landrente Makassar sebagai Opnemer. Selain itu, beliau juga pernah menjadi guru pada standaardschool. Beliau adalah seorang mubaligh Islam dan aktivis organisasi Muhammadiyah di Sulawesi. Di masa pendudukan Jepang, organisasi ini dibekukan (1942-1944). Beliau beralih ke Kantor Dagang Mitsui Bussan Kaisha Tjabang Bulukumba dan dipercaya sebagai Kepala. Tahun 1946 pada bulan Februari, Muhammad Noor ditangkap dan dipenjarakan oleh NICA (Netherlands Indische Civil Administration) di Selayar, kemudian dipindahkan ke Makassar. Tahun 1948 beliau dibebaskan dan ikut dalam Pimpinan Partai Kedaulatan Rakyat (PKR) di Makassar. Setelah itu beliau mendirikan Partai Masyumi cabang Makassar pada tanggal 10 oktober 1949 dan menjabat sebagai ketua Umum Wilayah Masyumi Sulawesi. Tahun 1951 beliau bekerja di kantor Penerangan Agama Provinsi Sulawesi. Tahun 1952 terpilih menjadi anggota DPD dan tahun 1955 menjadi ketua DPR Kota Besar Makassar. Dalam Sumber (Kumpulan Klipping Koran, Tokoh-Tokoh Masjumi dalam Pemilihan Umum. Jakarta. Dewan Dakwah Islam Indonesia, hal. 38.)

Muhammad Noor juga merupakan pejuang pendirian Universitas Muslim Indonesia Kota Makassar.

 

Andi Patiwiri

Andi Patiwiri berasal dari Sidenreng Rappang, lahir pada tahun 1915. Ayahnya bernama A. La Inding, ibunya bernama Hj. A. Mattingara. Andi Patiwiri seorang saudagar di Kota Makassar. Aktif dalam organisasi NU bersama-sama dengan K.H Muhammad Ramly. Beliau juga merupakan seorang ulama Islam di Kota Makassar. Andi Patiwiri salah satu dari lima orang yang menghadap ke notaris Pendirian Universitas Muslim Indonesia dan mewakafkan beberapa bahan bangunan pada kampus satu UMI yang hari ini letaknya berhadapan dengan TVRI, di Jalan Kakatua. (sumber: wawancara bersama cucu Andi Patiwiri yakni Andi Kumala Djabir SE)

 

La ode Manarfa
La Ode Manarfa lahir di Kulisusu pada tanggal 22 Maret 1916. Beliau anak dari Sri Sultan Buton ke-38, yakni La Ode Muh. Falihi Qaimuddin, dan Ibunya Wa Ode Aziza. Jenjang pendidikan beliau berawal dari bersekolah di HIS Bau-bau Pada tahun 1924. Ayah La Ode Manarfa mengirim beliau ke HIS Kota Makassar dan di Makassarlah beliau tamatkan studinya. Sesudah itu beliau melanjutkan pendidikannya ke Sekolah MULO di Kota Makassar tahun 1936-1938. Lalu sekolah di Batavia Centrum tahun tahun 1938-1940. Setamatnya dari Batavia Centrum, beliau bersekolah di Den Haag Belanda pada tahun 1948. Terakhir, tahun 1953 beliau bersekolah di Vereeniging Fakultaten Universitas Leiden. Beliau pernah menjadi pegawai diperbantukan pada kementrian dalam negeri di Jakarta tahun 1955. Di Tahun 1957-1959 menjabat sebagai Bupati Sulawesi Tenggara di Bau-Bau dan anggota Konstituante Bandung, dan tahun 1960: Pendidikan Militer Angkatan Darat kodam Hasanuddin Makassar. Pada tahun 1962 menjabat Seskoad Angkatan III Bandung, lalu tahun 1959-1964 kantor Gubernur Sulawesi di Makassar, dan 1964-1967 kantor Gubernur Sulawesi Tenggara di Kendari. Pernah menjadi Ketua DPRD Kendari di tahun 1967-1971.  Sebelum wafat, di tahun 1988-2002 beliau memegang jabatan selaku Rector Universitas Dayanu di Bau-Bau. (sumber: La Ode Muhammad Sjamsul Qamar, “Drs. H. L a Ode Manarfa yang satya kenal”. Manuskrip, Juni 1992)

Masih banyak lagi tokoh-tokoh yang berperan penting di Kota Makassar, tetapi semuanya butuh penelitian yang lebih dalam lagi. Yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini bahwa pada tahun 1950-an untuk mendirikan suatu universitas itu atau sekolah di kota Makassar, persaudaraan antaretnis berperan sangat erat. Meskipun berbeda partai dan organisasi mereka bisa menyatukan ide dan gagasan bersama. Sayangnya, hari ini perbedaan justru menjadi masalah di kota kita. Padahal sangat jelas bahwa di Makassar lah beragam etnis itu dulunya bisa bersatu untuk mendirikan universitas serta sekolah-sekolah.

 

Anna Asriani de Sausa, atau Anna Young Hwa, lulusan Ilmu Sejarah UNHAS 2013 yang fanatik dengan Mie Awa ini   merupakan pribadi yang heboh dan menggelegar. Kesukaannya terhadap sejarah, khususnya Sulawesi Selatan, membawanya bertemu langsung dengan para Sejarawan dan Budayawan yang tersebar di Indonesia. Anna bercita-cita untuk membangkitkan lagi kesadaran anak-anak muda akan kearifan lokal dengan bergabung menjadi Volunteer di Lontara Project. Di setiap kesempatan, Anna selalu bersemangat mengunjungi tempat-tempat baru, dan paling utama adalah mencicipi makanan khasnya. Kunjungi FBnya di : Anna Asriani De Sausa.

 

By Louie Buana

Seorang warga Panakkukang yang sedang belajar hukum dan sejarah di Universiteit Leiden, Belanda. Pernah mengikuti pertukaran pelajar ke Amerika Serikat di bawah program AFS Youth Exchange & Study (YES). Saat ini ia juga menjadi Guest Researcher di Royal Netherlands Institute of Southeast Asian & Carribean Studies (KITLV) Leiden. Punya hobi jalan-jalan, membaca buku dan karaoke.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *