Categories
Featured Heritage Camp Lontara Project

Selamat! 20 Orang Terpilih Menjadi Panitia Heritage Camp 2014

Pendaftaran untuk volunteer panitia Heritage Camp 2014 telah ditutup tanggal 19 Oktober lalu. Setelah me-review berkas yang dikirimkan 59 pendaftar akhirnya tim Lontara Project mendapatkan 20 nama yang lolos untuk menjadi Panitia Heritage Camp 2014. Berikut adalah nama-namanya:

  1. Ahmad Ardillah
  2. Ainul Yaqin
  3. Andi Aumy
  4. Andi Ayuni
  5. Andi Wahyu Irawan
  6. Arianitalia
  7. Ayu Adriani
  8. Chaerul Anwar
  9. Derry Perdana
  10. Fahrul Usman
  11. Itsna Syamsi
  12. Juwita Sari
  13. M. Auzan Haq
  14. Magfirah Aulia
  15. Nasrul
  16. Nur Faidah
  17. Risky Wulandari
  18. Sri Rahayu
  19. Waode Dwi
  20. Zulfahmi

Selamat bagi kamu yang terpilih! Kami harapkan komitmen dan kerja samanya dalam Heritage Camp 2014 ini. Bagi yang belum terpilih jangan berkecil hati ya.

Bagi panitia yang terpilih akan diadakan briefing perdana pada hari Jumat, 1 November 2013. Pukul 19.00. Tempatnya akan disampaikan melalui email.

 

Categories
101 La Galigo Featured Heritage Camp I UPS! La Galigo Kareba-Kareba Lontara Project

CALL FOR VOLUNTEERS! Panitia Heritage Camp 2014 “MAKASSAR”

Heritage Camp adalah program tahunan dari Lontara Project yang bertujuan menjaring anak-anak muda Indonesia yang peduli akan pelestarian budaya untuk berkumpul bersama dan saling bertukar pikiran mengenai isu-isu budaya terkini. Program ini juga merupakan salah satu bentuk konservasi kreatif dan usaha untuk meningkatkan kepedulian anak-anak muda terhadap budaya lokal di Indonesia.

Menyusul kesuksesan Heritage Camp 2013 yang diadakan di Pondok Pemuda Ambarbinangun, Yogyakarta (http://heritagecamp2013.blogspot.com/), Lontara Project sebagai penyelenggara memutuskan untuk mengadakan event tersebut kembali namun di kota yang berbeda. Tujuannya agar cakupan areanya semakin luas dan teman-teman dari daerah lain juga mendapatkan kesempatan berharga untuk belajar bersama-sama di ajang ini.

Makassar, bersiaplah! Kami membuka lowongan sebagai panitia Heritage Camp 2014 bagi pemuda-pemuda berwawasan luas, kreatif, dan peduli budaya di sekitar kota Makassar. Lowongan terbuka untuk posisi:

  • Divisi Program. Mengurus rangkaian acara dan dokumen yang dibutuhkan, serta menghubungi pembicara dan peserta.
  • Divisi Sponsorship. Menjaring sponsor dan melakukan fundraising untuk pendanaan acara.
  • Divisi Akomodasi – Transportasi. Mengatur dan mengurus akomodasi transportasi pembicara dan peserta
  • Divisi Konsumsi – Perlengkapan. Menyiapkan konsumsi dan perlengkapan yang dibutuhkan.
  • Divisi Dokumentasi. Mendokumentasikan acara, baik dalam bentuk gambar dan video.
  • Divisi Hubungan Masyarakat. Menjalin kerjasama dengan media massa dan update acara melalui social media.

Kirimkan CV kalian beserta 1 halaman Motivation Letter (yang menjelaskan mengapa Anda tertarik untuk bergabung di dalam kepanitian serta posisi apa yang Anda inginkan) ke email lontaraproject@gmail.com sebelum tanggal 19 Oktober 2013. Kandidat panitia yang terpilih nantinya masih akan melalui tes wawancara dengan SC dan Panitia Inti Heritage Camp 2014.

  • Steering Committee: Fitria Sudirman (Jakarta), Setia Negara (Bandung), Achmad Nirwan (Makassar)
  • Project Manager: Sri Maharani (Makassar)
  • Sekretaris: Muhammad Handar (Jakarta)
  • Bendahara: Muhammad Ahlul Amri Buana (Yogyakarta)

Panitia yang terbentuk akan mulai bekerja November 2013. Tunggu apalagi? Yuk, ikut bagian di ajang camp konservasi kreatif pertama dan satu-satunya di Indonesia ini!

Saatnya, Tulolona Makassar!
Categories
101 La Galigo Featured Galigoku Heritage Camp

Cikal Bakal Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu

Pernah dengar tentang Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu? Mendengar nama ini untuk pertama kalinya mungkin akan membuat kita langsung teringat akan salah satu suku di Kalimantan yang beragama Hindu dan/atau Buddha. Lalu, apa hubungannya dengan Indramayu? Yuk, mari menelusuri tulisan Muhamad Handar untuk mengetahui jawabannya.

Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu merupakan sebuah komunitas. Orang luar sering menyebutnya dengan istilah “Dayak Losarang” atau “Dayak Indramayu”. Namun, sebelum membahas komunitas ini lebih lanjut. Ada baiknya kita menilik pengertian dan serba-serbi komunitas terlebih dahulu.

Konsep komunitas telah mulai memainkan peranan penting dalam penulisan sejarah pada beberapa tahun terakhir.[1] Studi tentang komunitas telah menjadi bagian antropologi dan sosiologi sejak pertengahan abad ini.

Akhir-akhir ini, para sosiologiwan dan antropologiwan mulai memandang kota sebagai kumpulan komunitas atau “kampung-kampung kota”. Antropologiwan Victor Turner, yang mengembangkan gagasan Durkheim tentang pentingnya acara-acara ‘pesta buih kreatif’ bagi pembaharuan sosial, menciptakan istilah ‘communitas’ untuk menyebut solidaritas sosial yang spontan dan tidak terstruktur (contoh-contohnya meliputi kaum Franciskan awal hingga kaum hippies). Solidaritas tentu saja bersifat sementara karena suatu kelompok informal sering bubar secara perlahan-lahan atau melebur ke dalam institusi formal. Walaupun begitu, komunitas dapat hidup kembali sewaktu-waktu di dalam institusi, berkat ritual dan acara-acara lain atas apa yang dinamakan ‘pembentukan komunitas secara simbolik’.

Ritual Adat Suku Dayak Losarang, Indramayu. (Sumber: http://danielmsy.com/dayak-losarang-indramayu/)

Menurut Benedict Anderson, misalnya faktor penting dalam penciptaan ‘komunitas yang dibayangkan’ ini adalah mundurnya agama dan tumbuhnya bahasa lokal (yang didorong oleh ‘kapitalisme cetak’. Bagi Ernest Gellner, faktor terpentingnya adalah tumbuhnya masyarakat industri, yang menciptakan keseragaman budaya yang ‘di permukaan muncul dalam bentuk nasionalisme’. (Burke, Peter. 2003: 84)

Komunitas merupakan istilah “masyarakat” yang dipakai untuk menyebut dua wujud kesatuan manusia yang menekan kepada aspek lokasi hidup dan wilayah, konsep “kelompok” yang menekan kepada aspek organisasi dan pimpinan dari suatu kesatuan manusia. Ada tiga wujud kesatuan manusia yang tidak dapat disebut “masyarakat”, karena memang tidak memenuhi ketiga unsur yang merupakan syarat dari konsep “masyarakat”, yaitu “kerumunan”, “kategori sosial”, dan “golongan sosial”. Sedangkan “perkumpulan” lazimnya juga tidak disebut demikian juga walaupun memenuhi syarat tersebut.

Nah, kembali pada Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu. Mereka dapat digolongkan sebagai salah satu contoh komunitas masyarakat karena memenuhi syarat-syarat tersebut. Komunitas tersebut tepatnya bermukim di Kampung Segandu. Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu.[2] “Suku Dayak Indramayu” mulai mencuat ke permukaan sejak pernyataan mereka untuk menjadi golput (golongan putih) pada Pemilu tahun 2004 yang diungkap beberapa media massa, antara lain Harian Umum Pikiran Rakyat (Bandung) dan Radar Cirebon.

Asal usul penamaan Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu :

  • Kata “suku”, artinya kaki, yang mengandung makna bahwa setiap manusia berjalan dan berdiri di atas kaki masing-masing untuk mencapai tujuan sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya masing-masing.
  • Kata “dayak” berasal dari kata “ayak” atau “ngayak”  yang artinya memilih atau menyaring. Makna kata dayak disini adalah menyaring, memilih mana yang baik dan yang salah.
  • Kata “hindu” artinya kandungan atau rahim. Filosofinya adalah bahwa setiap manusia diklahirkan dari kandungan Sang Ibu (perempuan).
  • Kata “budha” berasal dari kata “wuda” yang artinya telanjang. Makna filosofisnya adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang.
  • Kata “bumi segandu” yaitu, “bumi” mengandung makna wujud, “segandu” mengandung makna sekujur badan. Gabungan kedua kata tersebut “bumi segandu” mempunyai makna filosofis yaitu kekuatan hidup.
  • Kata “Indramayu” mengandung kata pengertian, “In memiliki kata “inti, ‘Darma artinya orangtua dan kata “Ayu” artinya perempuan. Makna filosofis yaitu bahwa ibu merupakan sumber hidup karena dari rahimnyalah kita semua dilahirkan.

    Suku Dayak Losarang (Sumber: http://fujiprastowo.files.wordpress.com/2012/03/dayak-losarang.jpg)

Jadi, penyebutan kata “suku” pada komunitas tersebut bukan dalam konteks terminologi suku bangsa (etnik) dalam pengertian antropologis, melainkan penyebutan istilah yang diambil dari kata-kata dalam bahasa daerah (Jawa). Demikian pula, dengan kata “dayak” bukan dalam pengertian suku bangsa (etnik) Dayak yang berada di daerah Kalimantan, kendati pun dari sisi performan ada kesamaan yakni mereka (kaum laki-laki) sama-sama tidak mengenakan baju serta mengenakan aksesoris berupa kalung dan gelang (tangan dan kaki).

Kesimpulan yang bisa diambil mengenai komunitas Suku Dayak Indramayu, yaitu :

  1. Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu merupakan sebuah komunitas independen yang tidak mengikatkan diri pada salah satu agama, organisasi, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maupun partai politik tertentu serta organisasi kemasyarakatan.
  2. Warga komunitas ini meyakini ajaran yang diajarkan oleh pimpinan mereka, Takmat Diningrat, yang disebut dengan ajaran ‘Sajarah Alam Ngaji Rasa’. Inti dari ajaran ini mencari kebenaran melalui penyatuan diri dengan alam, pemulian terhadap lingkungan alam, pengabdian kepada keluarga, berperilaku jujur dan sabar.
  3. Istilah “Suku Dayak” yang mereka gunakan sebagai identitas kelompok ini bukanlah ‘suku’ dalam etnik (suku bangsa), melainkan sebuah istilah dalam bahasa Indramayu. Demikian pula kata ‘Dayak’ bukan dalam arti suku bangsa Dayak, melainkan pula diambil dari bahasa Indramayu yang artinya memilih/menyaring.
  4. Pemimpin kelompok ini telah mengalami banyak kekecewaan hidup yang menimbulkan sikap apatis terhadap aturan-aturan formal pemerintah maupun hak-hak sipil mereka. Sikap ini kemudian diikuti oleh para pengikutnya. Selain itu, komunitas tersebut lebih mengarah pada suatu aliran kepercayaan, ketimbang kelompok suku bangsa sebagaimana mereka mengidentifikasikan dirinya ‘Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu’. Kesatuan dan kebersamaan mereka lebih didasari oleh keyakinan bersama akan kebenaran ajaran yang diberikan oleh pemimpin mereka kepada warganya.

 


[1]  Burke, Peter. 2003. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 81


[2]  Hasil temuan wawancara bersama Nurul Hidayat (berasal dari Indramayu) dari Jurusan Sosiologi Progam Studi Pendidikan Sosiologi Tahun 2008, tertanggal 22 Desember 2011.

 

Muhamad Handar merupakan salah satu alumni Heritage Camp 2013.  Saat ini sedang menempuh pendidikan di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan program studi Ilmu Sosial dan Politik. Pria yang hobi menulis ini punya tiga kata kunci untuk menggambarkan dirinya: inovatif, kreatif dan cerdas. Kenal lebih jauh dengan Handar lewat blognya http://handarsmart.blogspot.com/.